Pendapat
lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana
Malik Ibrahim) pada
tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan
Maulana Malik Ibrahim sendiri,Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro
(Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik
Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana
'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Dari nama
para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal
sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
Para
Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya.
Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru
masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Maulana
Malik Ibrahim adalah
keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes,
atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo .
Ia
diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad
Tanah Jawi versi
Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap
As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal. Maulana
Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di
Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat
kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan
Majapahit.
Malik
Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi
dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran,
Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura
Wetan, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Ampel (Reden Rahmat)
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi
Muhammad, menurut
riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa
Terakhir Dari Dinasti Ming. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh
para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama
Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai
Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan
Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi
Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti
Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah.
Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera:
Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin
(Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan
Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya.
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan
keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng
Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah
melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia
dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo
Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya padagamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya.Universitas
Leiden menyimpan
sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku
Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin
saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.
Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan
keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng
Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah
kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan
peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren
Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di
Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkurdisebutkan
sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium
Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil
atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti
Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi
Muhammad. Sebagai
seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan
Demak, yaitu
sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim
peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa.
Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawotopenguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu
peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya
bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun
1550.
Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara
seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam
di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah
satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama
Islam ke wilayah Lombok dan Bima.
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama
Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh
Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan
kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul
Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat,
Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana
Ishaq, menikahi
juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja
Kediri.
Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan
Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi
Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan
Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus.
Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif
Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar.
Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaranmelalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri
Baduga Maharaja. Sunan
Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya,
yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan
Cirebon. Anaknya
yang bernama Maulana
Hasanuddin, juga
berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten,
sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
Kurang lebih lima ratus tahun yang lalu walisongo berdakwah dan
berkeliling kehampir seluruh pulau jawa, maka dalam masa yang relatif singkat,
yang hampir penduduknya beragama Hindu dan Budha, maka berubah menjadi kerajaan
Islam Demak.
Nach dari sedikit paparan diatas sebenarnya apakah sich metode
yang diterapkan oleh walisongo sehingga bisa mengislamkan lebih dari 80% warga
indonesia tanpa melalui pertumpahan darah?Ternyata Para Walisoongo mempunyai
semboyan yang terekam hingga saat ini Yaitu antara lain:
1. Ngluruk Tanpo Wadyo Bolo / Tanpo pasukan
Berdakwah dan berkeliling kedaerah lain tanpa membawa pasukan.
2. Mabur Tanpo Lar/Terbang tanpa Sayap
Pergi kedaerah nan jauh walaupun tanpa sebab yang nampak.
3. Mletik Tanpo Sutang/Meloncat Tanpa Kaki
Pergi kedaerah yang sulit dijangkau seperti gunung-gunung juga
tanpa sebab yang kelihatan.
4. Senjoto Kalimosodo
Kemana-mana hanya membawa kebesaran Allah SWT. (Kalimosodo :
Kalimat Shahadat)
5. Digdoyo Tanpo Aji
Walaupun dimarahi, diusir, dicaci maki bahkan dilukai fisik dan
mentalnya namun mereka seakan-akan orang yang tidak mempan diterjang
bermacam-macam senjata.
6. Perang Tanpo tanding
Dalam memerangi nafsunya sendiri dan mengajak orang lain supaya
memerangi nafsunya. Tidak pernah berdebat, bertengkar atau tidak ada yang
menandingi cara kerja dan hasil kerja daripada mereka ini.
7. Menang Tanpo Ngesorake/Merendahkan
Mereka ini walaupun dengan orang yang senang, membenci,
mencibir, dan lain-lain akan tetap mengajak dan akhirnya yang diajak bisa
mengikuti usaha agama dan tidak merendahkan, mengkritik dan
membanding-bandingkan, mencela orang lain bahkan tetap melihat kebaikannya.
8. Mulyo Tanpo Punggowo
Dimulyakan, disambut, dihargai, diberi hadiah, diperhatikan,
walaupun mereka sebelumnya bukan orang alim ulama, bukan pejabat, bukan sarjana
ahli tetapi da’I yang menjadikan dakwah maksud dan tujuan.
9. Sugih Tanpo Bondo
Mereka akan merasa kaya dalam hatinya. Keinginan bisa kesampaian
terutama keinginan menghidupkan sunnah Nabi, bisa terbang kesana kemari dan
keliling dunia melebihi orang terkaya didunia.
Semboyan seperti diatas sudah banyak dilupakan umat islam masa
kini. Pesan Walisongo diantaranya pesan Sunan kalijogo diantaranya adalah :
1. Yen kali ilang kedunge
2. Yen pasar ilang kumandange
3. Yen wong wadon ilang wirange
4. Enggal-enggal topo lelono njajah deso milangkori ojo bali
sakdurunge patang sasi, enthuk wisik soko Hyang Widi, maksudnya adalah :
Apabila sungai sudah kering, pasar hilang gaungnya, wanita hilang rasa malunya,
maka cepatlah berkelana dari desa ke desa jangan kembali sebelum empat bulan
untuk mendapatkan ilham (ilmu hikmah) dari Allah SWT.
Para Walisongo berdakwah dengan mempunyai sifat-sifat
diantaranya :
1. Mempunyai sifat Mahabbah atau kasih sayang
2. Menghindari pujian karena segala pujian hanya milik Allah SWT
3. Selalu risau dan sedih apabila melihat kemaksiatan
4. Semangat berkorban harta dan jiwa
5. Selau memperbaiki diri
6. Mencari ridho Allah SWT
7. Selalu istighfar setelah melakukan kebaikan
8. Sabar menjalani kesulitan
9. Memupukkan semua kejagaan hanya kepada Allah SWT
10. Tidak putus asa dalam menghadapi ketidak berhasilan usaha
11. Istiqomah seperti unta
12. Tawadhu seperti bumi
13. Tegar seperti gunung
14. Pandangan luas dan tinggi menyeluruh seperti langit.
15. berputar terus seperti matahari sehingga memberi kepada
semua makhluk tanpa minta bayaran.
Para Walisongo adalah penerus dakwah Nabi Muhammad SAW, sebagai
penerus atau penyambung perjuangan, mereka rela meninggalkan keluarga, kampung
halaman dan apa-apa yang menjadi bagian dari hidupnya. Para Walisongo rela
bersusah payah seperti itu karena menginginkan ridho Allah SWT.
Dari penjalasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, metode
yang digunakan oleh Walisongo dalam berdakwah ada tiga macam, yaitu:
1. Al-Hikmah (kebijaksanaan) : Al-Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u (objek dakwah). Sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Gudus.
2. Al-Mau’izha Al-Hasanah (nasihat yang baik) : memberi nasihat dengan kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluh hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman. Inilah yang dilakukan oleh para wali.
3. Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan (berbantah-bantah dengan jalan sebaik-baiknya) : tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut. sebagaimana dakwah Sunan Ampel kepada Adipati Aria Damar dan Sunan Kalijaga kepada Adipati Pandanarang.
Metode-metode tersebut sejalan dengan Firman Allah SWT :“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl : 125).
1. Al-Hikmah (kebijaksanaan) : Al-Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u (objek dakwah). Sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Gudus.
2. Al-Mau’izha Al-Hasanah (nasihat yang baik) : memberi nasihat dengan kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluh hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman. Inilah yang dilakukan oleh para wali.
3. Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan (berbantah-bantah dengan jalan sebaik-baiknya) : tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut. sebagaimana dakwah Sunan Ampel kepada Adipati Aria Damar dan Sunan Kalijaga kepada Adipati Pandanarang.
Metode-metode tersebut sejalan dengan Firman Allah SWT :“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl : 125).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar