Makalah
Psikologi Abnormal
GANGGUAN STRES PASCA~TRAUMA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 3:
Muhammad Fajri : 421006007
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
FAKULTAS
DAKWAH / JURUSAN BPI
BANDA
ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.
peristiwa yang dapat menyebabkan
trauma psikologis misalnya peristiwa yang sangat menakutkan, mengancam jiwa,
kecelakaan, perang, bencana alam, KDRT, child abuse, pemerkosaan,
didiagnosis menderita penyakit yang menakutkan, dan peristiwa lainnya yang
sulit diterima secara psikologis oleh penderita. Walaupun demikian, peristiwa
tersebut tidaklah harus terjadi pada diri penderita, mungkin saja terjadi pada
kerabat atau orang lain, namun penderita menyaksikan atau dapat merasakan hal
tersebut.
Penderita gangguan stres pascatrauma
biasanya akan mudah teringat atau bermimpi akan
peristiwa yang tidak mengenakkan tersebut. Hal ini menyebabkan penderita
cenderung untuk menghindari dan menjauhi lokasi, orang, ingatan, atau hal lain
yang akan mengingatkannya akan pengalaman mengerikan tersebut. Keadaan lain
yang dapat menyertai misalnya gangguan tidur, sulit konsentrasi, gangguan
emosi, gelisah, gangguan dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari dan
sosial, bahkan bunuh diri.
Gangguan ini tidak terjadi pada
semua orang yang mengalami trauma psikologis. Hampir semua orang pernah
mengalami trauma psikologis selama hidupnya, namun hanya sekitar 8% yang
mengalami gangguan stres pascatrauma ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor risiko, yaitu faktor genetik, keparahan trauma psikologis, broken
home, depresi, dan usia anak-anak.
B.
Tujuan
Agar kita semua
mengetahui apa itu gangguan stress pasca~trauma, bagaimana gejalanya, dan cara
menangani atau terapi apa yang akan dilakukan kepada yang mengalami gangguan
stress pasca~trauma.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian.
Secara
sederhana, Pulih & ICMC, (Jarnawi, Konseling
Trauma Untuk Anak Akibat Kekerasan Ar-raniry press Darussalam banda aceh,
2007) mendefinisikan stress sebagai “ suatu keadaan di mana individu terganggu
keseimbangannya. Stress terjadi akibat adanya situasi dari luar ataupun dari
dalam diri yang memunculkan gangguan, dan menuntut individu untuk berespon
secara sesuai.
Trauma Menurut Chaplin,
(Jarnawi, Konseling Trauma Untuk Anak
Akibat Kekerasan Ar-raniry press Darussalam banda aceh, 2007), trauma
berarti “ suatu luka, baik yang bersifat fisik atau jasmani maupun psikis”.
Luka itu terjadi akibat suatu peristiwa yang sangat mengguncangkan dan terjadi
secara tiba-tiba.
Gangguan stres pascatrauma (Postraumatic stress
disorder/PTSD) adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan cemas setelah
terjadinya suatu peristiwa yang menyebabkan trauma psikologis.
PTSD
adalah paparan terhadap kejadian traumatik dimana saat itu orang merasa
ketakutan, ketakberdayaan, atau kengerian. Selain itu korban merasa mengalami kembali
keadaan tersebut melalui kenangan dan mimpi buruk. Gangguan emosional yang
menyebabkan distres, yang bersifat menetap, yang terjadi setelah menghadapi
ancaman keadaan yang membuat individu merasa benar-benar tidak berdaya atau
ketakutan. Korban merasa kembali trauma itu, menghindari stimulus yang terkait
dengannya, dan mengembangkan sikap mematirasakan responsivitasnya dan memiliki
tingkat kewaspadaan dan arousal yang meningkat.
PTSD
tidak dapat diagnosiskan sampai paling tidak satu bulan setelah kejadian
traumatic tersebut. Gangguan baru yang dinamakan acute stress disorder
(gangguan stress akut) Gangguan ini benar-benar memiliki gejala PTSD yang
terjadi pada bulan pertama setelah trauma, tetapi nama yang berbeda tersebut
ditekankan adanya reaksi yang sangat berat yang dialami orang setalah trauma
terjadi. Gejala-gejalanya seperti gejala-gejala PTSD tetapi disertai dengan
gejala-gejala disosiatif berat seperti amnesia, mati rasa emosional, dan
derealisasi atau perasaan tidak riil.
B. Jeni-jenis PTSD.
a. PTSD
akut.
PTSD
akut dapat didiagnosiskan dalam waktu satu sampai tiga bulan setelah kejadian.
Dalam PTSD yang onsetnya tertunda, individu tidak menunjukkan, atau kalaupun
ada hanya sedikit, gejala-gejala segera setelah kejadian traumatik itu terjadi.
Tetapi kelak, beberapa tahun yang akan dating, mereka mengembangkan PTSD secara
penuh. Belum jelas mengapa onsetnya tertunda pada sebagian individu.
b. PTSD
kronis.
PTSD
kronis merupakan lanjutan dari PTSD akut, individu yang mengalami PTSD lebih
dari tiga bulan maka dianggap kronis. PTSD kronis biasanya berhubungan dengan
tingkah laku menghindar yang lebih menonjol dan lebih sering disertai oleh
diagnosis-diagnosis lain, seperti fobia sosial.
C. Kriteria Gangguan Stres
Pasca~Trauma.
1) Terpapar
kejadian traumatic, diamana orang mengalami,
menyaksikan, atau dihadapkan pada situasi yang melibatkan kematian,
ancaman kematian, atau cedera yang serius, yang dalam responnya terhadap
kejadian tersebut orang bereaksi dengan ketakutan yang instens, perasaan yang
tidak berdaya, atau kengerian.
2) Kejadian
traumatic itu secara persisten dialami kembali dengan salah satu cara (atau
lebih) berikut ini :
a) Ingatan
yang menimbulkan distress yang terjadi berulang-ulang dan persisten, temasuk
ingatan tentang berbagai gambaran, pikiran, atau persepsi.
b) Mimpi
tentang kejadian traumatic yang menimbulkan distress dan terjadi
berulang-ulang.
c) Adanya
perasaan bahwa kejadian traumatic itu berulang lagi, termasuk ilusi,
halusinasi, dan kilas balik disositif.
d) Reaksi
fisiologis terhadap stimulus-stimulus yang mengingatkan pada kejadian tersebut.
3) Perilaku
menghindar yang persisten terhadap stimuli yang berhubungan dengan trauma, dan
pematirasaan responsivitas secara umum.
4) Gejala
arousal yang meningkat, bersifat persiten. Seperti sulit tidur, iritabilitas
dan kewaspadaan yang terlalu berlebihan.
5) Stress
atau hendaya yang signifikan secara klinis dibidang social, pekerjaan, atau
bidang-bidang fungsi lainnya.
6) Lamanya
gangguan berlangsung lebih dari satu bulan.
D.
Penyebab
PTSD.
PTSD
meupakan gangguan dimana seseorang mengalami trauma secara pribadi kemudian
mengembangkan gangguan. Tetapi, apakah seseorang kemudian mengembangkan PTSD
atau tidak ternyata merupakan isu yang bukan main kompleksnya, isu ini
melibatkan factor-faktor biologis, psikologis dan social.
Seperti
gangguan lainnya, kerentanan biologis dan psikologis menyeluruh tertentu.
Semakin tinggi kerentanan itu, semakin besar kemungkinan seseorang untuk
mengembangkan PTSD. Bila cirri-ciri tersebut terdapat pada keluarga kita , maka
kita memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan gangguan tersebut. Sejarah
kecemasan keluarga menunjukkan adanya ketetanan biologis menyeluruh untuk PTSD.
Kepribadian,
ciri-ciri seperti cenderung menjadi cemas dan yang lainnya merupakan bagian
diantaranya bersifat keturunan, paling tidak secara persial, dapat
mempedisposisikan seseorang untuk mengalami trauma dengan membuat orang itu
berkemungkinan berada dalam situasi-situasidimana trauma cendeung terjadi.
Ada
tiga faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya PTSD, yaitu :
1. Faktor
kesengajaan manusia, diantaranya :
a. Pertempuran,
perang sipil.
b. Pelecehan
termasuk pelecehan seksual, pelecehan fisikal, pelecehan emosional.
c. Penyiksaan.
d. Perbuatan
kriminal seperti mutilasi, perampokan, kekerasan terhadap keluarga.
e. Terorisme,
Peristiwa ledakan bom, menyaksikan pembunuhan, ancaman.
f. Bunuh
diri atau bentuk lain dari kematian mendadak.
g. Kerusakan
atau kehilangan bagian tubuh.
2. Faktor
ketidaksengajaan manusia, diantaranya :
a. Kebakaran,
Ledakan kendaraan bermotor, kapal karam.
b. Bencana
nuklir, runtuhnya bangunan, dan kerusakan akibat operasi pada tubuh atau
kehilangan bagian tubuh.
3. Faktor
bencana alam.
a. Gempa
bumi, tsunami, banjir.
b. Tornado,
angin topan, dan longsor.
E.
Etiologi
PTSD.
1. Etiologi Psikoanalisis.
Bisa disebabkan pengalaman masa lalu yang tanpa disadari
individu telah membuat individu menjadi trauma dan cemas berlebihan. Dengan
kata lain, ada konflik – konflik tak sadar yang tetap tinggal tersembunyi dan
merembes ke syaraf kesadaran.
2. Etiologi Kognitif.
Adanya cara berpikir yang terdistorsi dan disfungsional, bisa
meliputi beberapa hal seperti : prediksi berlebihan terhadap rasa takut,
keyakinan yang self – defeating atau irasional, sensitiviras berlebihan
terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah mengatribusikan sinyal – sinyal
tubuh,serta self – efficacy yang rendah.
3. Etiologi berdasarkan pendekatan behavioral.
Etiologi terjadinya PTSD dapat dijelaskan dengan menggunakan
pendekatan behavioral dengan kerangka pikir conditioning. Dalam perspektif
classical Conditioning, pengalaman traumatis berfungsi sebagai stimulus tak
terkondisi yang dipasangkan dengan stimulus netral seperti sesuatu yang
dilihat, suara, dan bau yang diasosiasikan dengan gambaran trauma. Pemaparan
terhadap stimuli yang sama atau hampir sama memunculkan kecemasan yang
diasosiasikan dengan PTSD.
F.
Terapi
PTSD.
1. Terapi behavioral lewat proses khusus yang
melibatkan pengandaian mental dari peristiwa yang memicu traumatik atau membayangkan serangkaian situasi yang semakin menakutkan sementara berada dalam
kondisi relaksi mendalam
dan disandingkan dengan terapi relaksasi. Tehnik
yang digunakan adalah desentisisasi sistematus yaitu tehnik
relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang negative dan menyertakan
respon yang berlawanan dengan prilaku yang akan dihilangkan. Stimulus yang
menimbulkan kecemasan dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan
santai. Dengan teknik ini, penderita
akan menanggulangi rasa takutnya pada pemicu trauma.
2. Terapi kognitif untuk menghadapi efek peristiwa
penyebab trauma. Terapi dengan cara si penderita bercerita bisa membantu
penderita mengurangi kenangan buruk masa silam.
3. Terapi psikoanalisis dengan memaparkan kembali
penderita terhadap peristiwa traumatik namun dengan lingkungan yang lebih
mendukung. Dengan terapi ini, penderita akan memahami perasaan sadar dan tak
sadar terhadap peristiwa yang mempengaruhinya tersebut dan belajar menerima
kondisi.
4. Terapi medis dengan pemberian obat penenang atau
obat anti depresann dapat membantu untuk mengobati gangguan-gangguan kecemasan
lainnya. Namun masalah potensial dengan terapi obat adalah bahwa pasien
kemungkian menganggap perbaikan klinis yang terajadi disebabkan oleh obat dan
bukan karena mereka sendiri. Obat tidak mampe memberikan efek kesembuhan secara
total karena terapi obat hanya mengobati gejal bukan inti dari masalah trauma
itu sendiri.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Gangguan stres pascatrauma (Postraumatic stress
disorder/PTSD) adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan cemas setelah
terjadinya suatu peristiwa yang menyebabkan trauma psikologis.
Jeni-jenis
PTSD : PTSD akut dan PTSD kronis.
Kriteria
Gangguan Stres Pasca~Trauma.
· Terpapar
kejadian traumatic.
· Kejadian
traumatic itu secara persisten dialami kembali dengan salah satu cara (atau
lebih).
· Perilaku
menghindar yang persisten terhadap stimuli yang berhubungan dengan trauma, dan
pematirasaan responsivitas secara umum.
Penyebab
PTSD meupakan gangguan dimana seseorang mengalami trauma secara pribadi
kemudian mengembangkan gangguan. Tetapi, apakah seseorang kemudian
mengembangkan PTSD atau tidak ternyata merupakan isu yang bukan main
kompleksnya, isu ini melibatkan factor-faktor biologis, psikologis dan social.
Ada
tiga faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya PTSD, yaitu :
1. Faktor
kesengajaan manusia.
2. Faktor
ketidaksengajaan manusia.
3. Faktor
bencana alam.
Etiologi
PTSD.
1. Etiologi Psikoanalisis.
2. Etiologi Kognitif.
3. Etiologi berdasarkan pendekatan behavioral.
Terapi
PTSD.
1. Terapi behavioral.
2. Terapi kognitif.
3. Terapi psikoanalisis.
4. Terapi medis.
DAFTR
PUSTAKA
·
Jarnawi, Konseling Trauma Untuk Anak Akibat Kekerasan, Ar-raniry Press;
Darussalam Banda Aceh, 2007.
·
V.Mark Durand dan David H. Barlow, Intisari
Psikologi Abnormal, Yogyakarta; PT. Pelajar,Cetakan 1, Desember 2006.
·
Gerald C. Davison, John M. Neale, Ann M.
Kring, Psikologi Abnormal (Edisi ke-9)
; penerjemah, Mormalasari Fajar.-Jakarta ; PT RajaGrafindo Persada, 2006.