“Menatap Masa Depan Aceh Dalam
Kerangka Perdamaian MOU Helsinki”
A.
Sejarah Atjeh
Tempo Masa Konflik.
Saya teringat dengan lagu yang dinyanyikan
oleh salah satu penyanyi kebanggaan Atjeh T.Rafly yang judulnya “ Aneuk Yatim “ . Memang lagunya
banyak yang menyentuh dan sarat akan makna. Dalam lagu tersebut,
menceritakan tentang kisah pahit seorang ibu dan anaknya yang tinggal dalam
masa-masa konflik Atjeh. Sang anak selalu menangis tersedu-sedu karena
rindu pada ayahnya yang tak kunjung pulang. Tiap waktu, dia menanyakan ibunya
tentang keberadaan ayahnya itu. Sang ibu hanya bisa mengelus dada, tak tahu
harus menjawab apa. Karena ayahnya itu hilang ntah kemana dibawa oleh
orang-orang yang tak dikenal.
Harapan anaknya itu, seandainya ayahnya
masih hidup, suatu saat ketika dia sudah tumbuh dewasa, dia akan mencari
ayahnya dan mengajaknya pulang kembali, berkumpul bertiga bersama ibunya dan
memiliki keluarga yang utuh. Namun, jika ayahnya sudah meninggal hanya satu
harapannya, "meupat jrat" alias tahu letak
kuburan ayahnya itu agar dia bisa berdoa.
Selepas kepergian ayahnya itu, sang
anaklah yang bekerja keras mencari upah untuk menghidupi kehidupannya dan
ibunya. Dengan sabar dan ketabahan ibu dan anak terus bertahan. Nasib sudah diatur
oleh Allah, manusialah yang harus sabar dan tidak berputus asa. Suatu saat,
pasti kebahagiaan akan tiba. Harapan mereka, suatu saat Atjeh akan
aman dan damai. Tidak ada lagi terjadi pertumpahan darah, Atjeh tetap
jaya dengan mempertahankan kekokohan agama. Sehingga tak akan ada lagi
anak-anak yang menjadi yatim karena ayahnya yang tak tau hilang ntah ke mana.
Segelintir kisah pahit warga Atjeh yang
hidup ketika terjadi konflik yang berkepanjangan. Puncaknya adalah ketika
pemerintahan orde baru di bawah pimpinan presiden Soeharto. Atjeh ketika
itu merasa terlalu sering dikhianati dan tertindas, sedangkan pemerintahan RI
menganggap Atjeh telah memberontak sehingga memicu timbulnya perang di kedua
belah pihak. Saat itu, saya masih duduk di bangku SD dan masih belum mengerti
apa-apa, kalau tidak salah masih duduk di kelas 3 sekitar tahun 1998-1999.
Keadaan Atjeh sangat tidak aman, tidak yang seperti kita lihat saat ini.
Rentetetan senjata api terdengar di mana-mana, pekikan referendum selalu di
teriakkan.
Saya dulu masih belum paham, sebenarnya apa
yang sedang terjadi saat itu. Suatu hari, ketika saya dan teman-teman sedang
berada di sekolah melaksanakan aktifitas belajar seperti biasanya, dari
kejauhan tiba-tiba saja terdengar suara letusan senjata api. Kontak senjata terjadi
secara bertubi-tubi.
"TIARAAAPPPP....!!!!!",
guru-guru pun panik dan dengan segera mengamankan kami para murid. Tak lama
sesudah itu, jalanan pun ramai, anak-anak muda dan juga orang-orang tua yang
pria turun ke jalan meneriakkan kata-kata referendum yang saya tak tahu artinya
apa. Mereka berjalan kaki dan juga menaiki truk-truk. Dan sepulang ke rumah,
barulah saya tahu kalau ternyata referendum itu adalah harapan warga Atjeh
untuk merdeka.
Hari-hari kami lewati dengan perasaan was
was dan tak aman. Terlebih lagi para kaum pria yang sudah dewasa, jika tak
waspada, maka dia akan hilang dan dibawa pergi oleh orang yang tak dikenal
bersenjata dan memakai seragam.
Saya Sangat-sangat takut waktu itu, karena
saya tinggal di daerah pendalam yang bertepatan di desa lameue kec,sakti
kab.pidie, kampong saya dekat dengan gunung dan selalu tiap hari ada letusan
senjata/bom ,
saya sangat panik dan saya
juga pernah ikot mengungsi waktu:. Perang antara kedua belah pihak
(Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintahan RI) sering terjadi di daerah
perkampungan dan hutan-hutan. Jadi, saat itu di Atjeh kita tak bisa
berpergian terlalu jauh dan keluar rumah di atas jam 9 malam, Jika ingin aman.
Banyak juga warga yang tak bersalah menjadi
korban karena dianggap mata-mata salah satu pihak atau dianggap memberontak.
tak hanya itu, para warga yang kaya juga sering menjadi korban, harta dirampas
dengan alasan keperluan perang.
Makanya, saat itulah begitu banyak warga
Atjeh yang harus menjadi janda dan menjadi yatim. Hingga menanggung luka yang
sangat dalam, bahkan ada juga yang menaruh dendam.
Itu hanya cerita lama yang menjadi sejarah
kelam masyarakat Atjeh. Saat ini, Aceh sedang merentas jalan damainya.
Perdamaian ini didapatkan setelah musibah besar melanda Atjeh yaitu gempa dan
tsunami besar tanggal 26 Desember 2004 yang melanda sebagian besar pesisir
barat Aceh, termasuk Banda Aceh, dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa. Di
samping itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di
bagian barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari Aceh dan
membentuk provinis-provinsi baru.
. Tepatnya tanggal 15 Agustus 2005,
perjanjian damai Atjeh dan pemerintahan RI pun ditanda tangani. Atjeh kembali
aman, konflik berkepanjangan pun telah usai.
Saat ini, Atjeh dituntut untuk melakukan
rekonsiliasi dan rekontruksi dari konflik dan musibah yang telah didapatnya.
Damai tak hanya sekedar terlepas dari konflik belaka dan pembangunan di
sana-sini. Perjuangan berat warga Atjeh adalah mempertahankan kedamaian Atjeh
dan meneruskan jalan damai dengan memajukan Atjeh ini secara menyeluruh. Tanpa
dendam, tanpa terikat dengan sejarah pahit masa lalu.
Memang damai sudah Atjeh dapatkan, tapi
untuk apakah damai jika tidak dijalani dengan baik dan benar? Korupsi masih
terjadi, demo di mana-mana, pengangguran dan kemiskinan tidak bisa diberantas
dan juga warga masih bermalas-malasan??
Damai bukan hanya di atas kertas, namun
damai berarti terjamin kesejahteraan dan keamanan lahir dan batin. Antara warga
dan pemerintahan.
B. Masa Depan Aceh Dalam Kerangka Perdamaian
MOU Helsinki.
Suatu bangsa tidak akan punah karena menginsafi kesalahannya
yang telah mereka lakukan, tapi suatu bangsa akan punah jika mengulangi kembali
kesalahan-kesalahan yang pernah di lakukannya.
Realita kebanyakan orang Atjeh sekarang khususnya sesudah di
teken MoU Helsinki, mengalami syndrome "Narcissistic Behavior", yaitu
kelainan jiwa yang selalu menganggap dirinya hebat, percaya diri yang
berlebihan, gila pangkat/haus kekuasaan dan pujian, manipulatif, suka
kemewahan, sensitif, ambius,egois, dan anti kritik.
Best MoU helsinki adalah hasil susah payah
yang dicapai Atjeh melalui GAM tentang keadilan atjeh khususnya. Dari hal
tersebut bahwa perlu disadari MoU itu adalah modal bangsa atjeh untuk menuju
tujuan nya sebagai pertengahan perjuangan atjeh terhadap cita-cita.
Perang sudah reda, sekarang kita sudah
menggenggam 70% atjeh dalam gengaman yang bersyarat, mari sama-sama kita
membangun dan mendukung pemerintahan sekarang dalam mengupas jelas turunan MoU,
tidak perlu demo atau lain-lain yang menyebabkan perpecahan.
Buktikan kepada dunia yang sekarang melirik
atjeh, bahwa kita sanggup dan bisa memimpin diri kita sendiri dan layak sebagai
sebuah negara. Saya tidak memandang lebih kedepan, akan tetapi mari sama-sama
kita intropeksi diri bahwa konflik senjata yang berkepanjangan hanya menjadi
kita bodoh akan ilmu, sejarah, ekonomi, dan lain-lain sebagainya.
Disusul dengan ganas gelombang stunami yang menyapu bersih
pesisir-pesisir atjeh, korban hingga sekian banyak, saya rasa perdamaian ini
adalah hal awal dari sebuah kemenangan, dimana dulu kita hanya menjadi liar di
tanah sendiri ( DOM, DM, dan lain-lain ).
Untuk apa kita saling menyalahkan, kalau bahwa pada dasar
kita semua tau dimana kelemahan kubu GAM dalam segala bidang (RAHASIA) , menimbang
dengan sejarah bahwa atjeh belum pernah terkalahkan, mungkin ini lah jalan
keluar damai dan MoU lahir dari perjuangan pertengahan bangsa atjeh atas
keadilan.
Kedepan Nasib MoU helsinki GAM - RI:
saya rasa itu tergantung pemerintahan dalam menjalankan semuanya,
saya selaku mahasiswa biasa akan terus mendukung upaya ini, karena kita tau
bahwa fase-fase dalam MoU sangat menguntungkan atjeh apabila semua itu
dijalankan sesuai aturan dan dukungan dari instansi sipil dan daerah terhadap
pemerintah atjeh (agar tidak merasa sendiri).
yang jelas qanun-qanun sangat dibutuh oleh pemerintah atjeh
agar sejarah dan kekuatan hukum ada dalam melakukan tindakan apa pun.
Mari sama-sama kita membangun atjeh, saya dari mahasiswa, anda
dari masyarakat sipil, dan seluruh masyarakat atjeh, agar sama-sama kita
mengawal dan mendesak pemerintah pusat memperyatakan apa-apa yang telah
dijanjikan dalam MoU.
jangan kita ingat senang kalau kita harus lupa dengan susah.
Rimba adalah saksi bisu bagi perjuangan
atjeh.
Biarkan waktu yang menentukan.
Kita terus berpacu berkerja, tidak usah peduli apa yang dikatakan orang. Perjuangan
masih panjang. yang jelas kerja kita hari ini yang akan menentukan masa depan
generasi atjeh.
Saya
sebagai hamba hanya dapat terus tanpa lelah mengajak dan berkata fakta sesuai
realita yang berkembang. Tiada pintu tertutup sedetikpun untuk setiap kita
mahasiswa memberi saran dan kritikan yang bertujuan membangun kesejahteraan
bersama. Karena dimana sebuah kapal yang kita tumpangi tidak terlepas dari
peranan-peranan awak kapal menuju ke pelabuhan yang kita alamatkan.
Tiada
hambatan yang sangat permanen jika kita mengjangkul bersama.
persis alunan cerita seorang petani mengarap
lahannya, ada yang memerankan cangkul, skrop dan ada pula yang memerankan
indikator lain dengan tujuan dapat mengahsilkan secara produktif apa yang telah
kita garapkan. Dan jika terjadi gagal panen itulah sebuah takdir, takdir itu
jika segala uapaya usaha telah kita tempuh. Apabila jika kita belum terlibat
dalam usaha bersama dari berbagai akses jangan pernah mengeluh dan mencemoohkan
takdir.
Selalu
ada jalan keluar dari maslah yang kita hadapi, seperti pertayaan yang memiliki
sebuah jawaban meski terkadang sebuah pertayaan tidak selalu di ikuti dengan
jawaban pada waktu yang sama.
Adil
dalam menghukumi kesalahan. Karena tidak ada manusia yang bisa terlepas dari
kesalahan kecuali Nabi Muhmmad saw. sekalipun orang tersebut, bertakwa,
berilmu, dan wara. sebagaimana telah di ketahui, kesalahan merupakan
perkara yang sudah nyata kebenarannya tidak sama dengan kesalahan yang masih
samar.
Di
antara sarana yang dapat membantu terwujudnya penyatuan barisan adalah dengan
cara menguatkan hubungan antara para sesama aktivisi ulama serta intlektualitas
lainya pada umumnya. hal ini dapat dilakukan di sela-sela aktivitas individual,
bersilaturahmi, berkumpul dan saling membantu dalam pekerjaan maupun yang
lainnya. Hubungan saudara sesama muslim yang di sertai dengan rasa cinta akan
membuka pintu dialog ketika terjadi perselisihan ataupun kontroversial. Kecintaan tersebut akan
menjembatani perselisihan yang terjadi di antara kita, berbeda halnya bila kita
dengan kurang sadar akan renggannya hubungan. Semua itu kemungkinan besar sulit untuk di satukan.
Semoga tulisan dan
hasil buah pikiran saya di atas dapat di petik point-point yang akan kita
implementasikan kedalam dataran konsep hidup kita kedepan dengan sangat penuh
kesadaran didalamnya.
Biodata Penulis :
Nama : Muhammad Fajri
TTL :
Lameu, 16 Januari 1990
Alamat : Banda Atjeh
Alamat Asal : Desa Lameue Kec. Sakti Kab. Pidie
Pekerjaan : Mahasiswa UIIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh
Fb : Muhammad Fajri Bin Abdurrahman