Halaman

Selasa, 05 Juni 2012

Adat Istiadat Masyarakat Aceh


Adat Istiadat Masyarakat Aceh
Hukom ngon adat han jeut cre, lagee zat ngon sipheuet (hukum dengan adat tidak boleh pisah, layaknya zat dengan sifat).
Sebagaimana yang kita ketahui, adat istiadat merupakan kebiasaan atau tradisi-tradisi yang dijalankan dalam kebiasaan hidup sehari-hari oleh masyarakat di mana pun. Nah, kebiasaan tersebut menjadi landasan untuk berpijak bagi masyarakat setempat dalam melakukan sesuatu. Adat, menjadi kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan juga menjadi landasan hukum bagi masyarakat itu sendiri.  Begitu pula bagi masyarakat Aceh, adat istiadat telah membudaya sebagai hasil dari proses lahirnya sistim masyarakat yang berperadaban dan mampu bertahan sampai saat ini.

Dalam masyarakat Aceh, adat merupakan sesuatu yang tertulis ataupun tak tertulis yang menjadi pedoman di dalam bermasyarakat Aceh. Nah, adat yang dipahami ini merupakan titah dari para pemimpin dan para pengambil kebijakan guna jalannya sistim dalam masyarakat. Dalam masyarakat Aceh, adat atau hukum adat TIDAK boleh bertentangan dengan ajaran agama islam. Sesuatu yang telah diputuskan oleh para pemimipin dan ahli tersebut haruslah seirama dengan ketentuan syariat. Jika bertentangan, maka hukum adat itu akan dihapuskan. Inilah bukti bahwa masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi kedudukan agama dalam kehidupan sehari-harinya. :)


Menurut Mustafa Ahmad, yang dimaksud dengan adat di Aceh adalah aturan hidup. Aturan yang mengatur kehidupan rakyat, yang diciptakanoleh para cerdik dan pandai Aceh bersama Putoe Meureuhom/Sultan Aceh. Aturan hidup ini mengikat seluruh rakyat Aceh tanpa kecuali. Dan bagi siapa saja yang melanggarnya, akan mendapat sanksi. Kalau sekarang, aturan hidup ini dikenal dengan istilah Hukum Adat.
http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2009/08/06/0945246p.jpg
Syukuran Membangun Rumah
Nah, dengan kata lain adat dalam masyarakat Aceh merupakan aturan hidup yang lahir dari proses kesepakatan antara kaum cendikiawan dan aparat penguasa yang disebut dengan Putoe Meureuhom. Dan aturan itu mencakup berbagai aspek kehidupan seperti yang berhubungan dengan tatakrama pergaulan (contoh : Batasan pergaulan antara lelaki dan perempuan), sopan santun (contoh : etika berjalan di hadapan orang yang lebih tua), aturan-aturan yang berkaitan dengan pertanian, aturan kelautan dan kehutanan.

Akan tetapi, adat juga tidak terlepas dengan kebiasaan-kebiasaan lainnya seperti reusam. Antara adat dan reusam tidak bertentangan dan berjalan seirama sesuai dengan syariat. Di Aceh, kita bisa menemukan upacara-upacara adat seperti upacara perkawinan, acara penyambutan pembesar, acara kenduri Maulid, tatacara turun sawah dan juga permainan rakyat. Upacara adat tersebut dalam Bahasa Acehnya yang  berlaku dalam masyarakat Aceh itu sendiri disebut dengan reusam.

Dalam Hadih Maja dijelaskan lebih lanjut :
Adat Bak Putoe Meureuhom ; Adat adalah urusan Sultan (ada pada sultan). Hukom bak syiah Kuala ( hukum islam ada pada Ulama), Qanun bak putroe Phang (Qanun disusun oleh ratu),Reusam Bak Lakseumana (Reusam dibuat oleh Laksamana).

Sedangkan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, adat yang dimaksudkan selama ini merupakan suatu "upacara adat" atau kebiasaan yang dipraktikkan turun temurun dalam sebuah masyarakat, berbeda dengan adat Aceh. Meskipun demikian, upacara adat sekarang secara umum sudah dapat dipahami oleh masyarakat Aceh dan tidak terjadi kesalahpahaman. Dibalik itu, saat ini di tengah-tengah perkembangan zaman nilai-nilai adat dalam masyarakat Aceh telah terjadi pergeseran nilai-nilai adat, sehingga keharmonisan dan hubungan sosial kian memudar. Terlebih lagi bagi masyarakat di perkotaan.

http://zipoer7.files.wordpress.com/2010/01/aceh.jpg
Upacara Aqiqah
Hingga saat ini, dalam perkembangan kebudayaan Aceh adat-adat yang masih sangat kental berlaku misalnya, upacara perkawinan, upacara kelahiran bayi, dan juga upacara peusijuk. Tata cara upacara perkawinan masih  dilakukan sesuai dengan adat istiadat Aceh walaupun sekarang disesuaikan dengan kondisi perubahan zaman. Begitu juga dengan upacara peusijuk, saat ini masih berlaku di Aceh, terutama pada hari-hari tertentu. Kegiatan peusijuk ini masih kental berlaku di desa-desa juga pada tokoh-tokoh atau pejabat. Walaupun tak sama seperti dulu, sesuai dengan perkembangan zaman adat istiadat Aceh saat ini tetap menjadi landasan bagi masyarakat Aceh. Dan menjadi kewajiban bagi masyarakat Acehlah untuk melestarikannya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ulasan singkat dari buku : Sejarah Peradaban Aceh, karangan : A. Rani Usman 
Sumber Gambar :
http://nasional.kompas.com/read/2009/08/06/0945592/rumah.adat.gayo.dibangun.tanpa.paku
http://zipoer7.wordpress.com/tag/adat-aceh/

Teuku dan Cut Aceh dari Waktu ke waktu


Teuku dan Cut Aceh dari Waktu ke waktu
DI ACEH, banyak kita temui orang-orang yang memiliki embel-embel "CUT atau TEUKU" yang terletak diawal namanya. Biasanya, Cut ini melekat pada nama wanita dan Teuku untuk pria., seperti Cut Safitri, Teuku Mulkan, Cut Lia, Teuku Hafas, dll. Gelar ini bukanlah gelar yang bisa dengan tiba-tiba saja muncul , tapi Cut dan Teuku ini menjadi simbol yang menunjukkan bahwa seseorang itu memiliki garis keturunan yang erat dengan kerajaan Aceh dulu. Jika di Jawa, kita mengenal Raden sebagai panggilan bagi seseorang yang memiliki darah bangsawan, maka di Aceh kita kenal dengan sebutan Cut dan Teuku ini

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiae6h3iF36DGK9-chclqIhZmhU77S5QLeCt9RA3-qSaHvY8Q6yBJHDQweIFvH46y6w9BHiJ-uDv8DiPXjUr9t7R9anjPsUi4Q1YMon36EhFIe6nqcGGTb9lHZVkGXJ9H8Dq7PKWtXWd0o/s320/LO.jpg
Cut Nyak Meutia

Teuku dan Cut ini merupakan gelar yang diberikan berdasar sistim monarki yang ada di Aceh dulu sebagai  garis keturunan dari Ulee Balang Kerajaan Aceh. Teuku adalah sebuah gelar ningrat atau kebangsawanan, khusus untuk kaum pria suku Aceh yang memiliki kekuasaan memimpin wilayah nanggroe atau kenegrian. Gelar Teuku bersifat turun menurun, seorang anak laki-laki diberi gelar Teuku, bilamana ayahnya juga memiliki gelar Teuku. Seorang Teungkudapat pula berubah menjadi Teuku, apabila jabatan keagamaannya dialihkan ke jabatan pemerintahan. Seringkali orang Indonesia salah dalam menuliskannya, misalnya Teungku Umar, padahal seharusnya Teuku Umar.
Sedangkan Cut diperuntukkan untuk kaum perempuan. Gelar ini diturunkan sampai ke anak cucunya jika perempuan bangsawan tersebut menikah dengan laki-laki dari kalangan bangsawan juga, yang bergelar Teuku.

Dulunya, bagi para bangsawan Aceh sangat penting untuk mempertahankan garis keturunan mereka ini. Agar keturunan mereka tetap memiliki gelar "Teuku dan Cut", seorang Teuku harus menikahi seorang Cut atau menikahi wanita yang bukan Cut namun harus memiliki akhlak yang baik dan taat pada agama. Begitu pula dengan seorang Cut, seandainya saja dia tidak menikahi seorang Teuku, maka gelar bangsawan pada keturunannya akan hilang.
Seorang yang memiliki gelar Teuku dan Cut dipandang baik oleh masyarakatnya. Karena mereka secara strata memiliki derajat yang tinggi, berpendidikan dan sangat taat pada agama. Teuku zaman dulu sangat alim dan memiliki wawasan yang sangat luas, terlebih lagi dalam membangun Aceh. Begitu pula dengan Cut, seorang Cut dulunya memiliki sikap yang begitu mengagumkan, lemah lembut namun tegas dalam membina dan mengatur rumah tangganya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvZ7gxSxbcmmZ41W1Yf6tQEX2rA1Bl1iFpj-U8xRdy3lZ9VTyVArcJ7S64FssQ4GjFiB70jfQ7AUpfrMykmyLuzpoGy92FCzK4sUjU6WJzmMTxxVc8nwhN1KYT9VblOru1CDQEe7va5DM/s1600/teuku-umar.jpg
Teuku Umar Johan Pahlawan

Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan tenggelamnya kerajaan-kerajaan Aceh. Keadaan strata sosial ini pun berubah. Keturunan para Teuku dan Cut memang masih banyak tersebar di seluruh penjuru Aceh, bahkan hingga keluar Aceh. Namun, kedudukannya tidaklah sama seperti dulu. Pergeseran nilai-nilai adat pun mulai terjadi, dari era tradisional menjadi era modern seperti saat ini. Sudah banyak kalangan Cut dan Teuku yang tidak lagi menerapkan tradisi dan tata cara yang dilakukan oleh orang-orang yang terdahulu. Bahkan dalam pernikahan pun, Teuku dan Cut banyak yang sudah tidak melakukan pernikahan dengan gelar yang sestrata. Mereka bisa bebas menikah dengan orang pilihannya, walaupun tidak memiliki gelar yang sama. Dengan resiko, gelar tersebut akan hilang pada generasi keturunannya.

Bukan hanya itu, efek dari pergeseran nilai ini pun berpengaruh pada pembentukan sikap, perilaku , serta kedudukan keturunan Teuku dan Cut generasi modern ini. Jika dulu keturunan ini dipandang mulia oleh masyarakatnya sebagai bagian dari para bangsawan Aceh, saat ini keturunan Cut dan Teuku ini hampir bisa disamakan dengan kalangan masyarakat biasa yang tidak memiliki gelar itu, tidak ada lagi strata sosial yang menjadi pembatas. Tidak seperti di Jawa, yang gelar bangsawan atau "darah birunya" masih melekat erat dan sangat diagungkan serta dihormati oleh masyarakatnya. Terlebih lagi di Keraton Yogyakarta, yang masih dengan kental mempertahankan adat turun temurunnya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbb9IeKYueTFk7ZNewKq39k8P8LSJaAJS2VfrEKHhUPJePiqIkhk-TI8IRBxH52RcVQ-Xj1RshUgUpAnwsIBCzFDfLyCx9c5nIcKyVTIr-f2tui2hFBdHvsovw7xlMZJ_A-_QsApkfVGM/s320/cut+nyak+dien.jpg
Cut Nyak Dhien

Memang, ada sebagian golongan Teuku dan Cut ini yang masih dimuliakan dan dihormati masyarakat Aceh,  terlebih bagi mereka yang memiliki kedudukan penting dalam pemerintahan, masyarakat ataupun dalam agama. Namun, banyak juga keturunan ulee balang ini yang saat ini justru malah mencoreng marwah dari garis keturunan mereka sendiri. Tingkah laku Teuku dan Cut Aceh "sebagian" tidak mencerminkan dan meneladani tingkah para bangsawan Aceh terdahulu, baik dari segi moral dan agama. Terlebih lagi  pada kebanyakan generasi-generasi saat ini, sifat kebagsawanan tak lagi melekat padanya.
Pengaruh modernisasi mulai mengikis nilai-nilai strata sosial monarki yang ada di Aceh. Keberadaan Teuku dan Cut mulai kehilangan "ruh"nya. Tidak ada perbedaan mendasar antara keturunan dari golongan Cut dan Teuku ini dengan masyarakat pada umumnya selain hanya pada gelar di nama dan darah saja. Aceh mulai kehilangan entitas budaya yang selama berabad-abad dulu pernah jaya.
Apalagi saat ini, banyak Teuku dan Cut menjadi artis yang dengan jelas menonjolkan "KeAcehan"nya, lantas bertingkah yang tak wajar dan tak pantas sehingga nama Aceh tercoreng. Nama Cut dan Teuku  justru dijadikan sebagai alat untuk menjual dan promosi diri menjadi "babu seni".

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgbkkc6GPJyX6qXC7OIIPKNreWFYRMKCYuN2SD2ZyNxSkf_vMk7bB5WPG6Qw6Aigy3us4tVQAOaHtZWvlCWUz9tutpn5R7OmnkydKlsE1uNCKPEP9_S1BBjE19LkIvXS64ZgGPZL6N2hw/s1600/images.jpg
Cut Tari

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimI-IzYAH2-JyCnNahKpCSLCEvqgOGvvFVMfdnVrvfIMwHF0lhj6b0H8_vXg2q45ueB-A2WKfhnjGjrArKf3Xoafl3jJuCUdvoAQOHycgqQUS0LRD5pETGUDM8jdw2CRNRukUqyY_RziA/s1600/images.jpg
Teuku Ryan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEha3z6jW9UjuuAazTh47wxODgIxmBNXqBhHPUN_diq8IbAsqqWpXx5Ryf_JxiEBeuXhxIBGD4UPYpRYIF5QdCsDVkYRl2cCjctH4M-lsQtlWbTof_2znfNYB4GSQNGNU5wQEoibQnS4hBE/s320/cut_keke_150.jpg
Cut Keke

Alangkah baiknya, dengan gelar tersebut, jadilah bangsawan yang tetap mempertahankan marwah Aceh...Aceh dikenal dengan ketegaran dan keagungan para Teuku dan Cut.
Karena itu bukan hanya sekedar gelar...!


SUMBER
 :
http://mudabentara.wordpress.com/2008/06/04/tentang-sejarah-uleebalang-teuku-dan-cut/
http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/14/cut-cinta-untuk-teuku/
http://blogpejantantanggung.blogspot.com/2011/05/9-gelar-dalam-kerajaan-aceh.html

Cerita Tentang Para Said dan Syarifah Aceh


Cerita Tentang Para Said dan Syarifah Aceh
‘… maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku’.
Kedatangan para pedagang dan ulama Arab beberapa puluh tahun lalu ternyata meninggalkan kesan tersendiri bagi masyarakat Aceh. Dari dulu hingga saat ini pun, tak jarang kita menemukan masyarakat Aceh memiliki nama yang diembel-embeli dengan gelar "Said" dan "Syarifah". Hmm, sebenarnya ada apa sih dibalik gelar tersebut? Mengapa, perempuan Syarifah dituntut harus menikah dengan laki-laki yang bergelar Said?? Kok bisa ya??  
Para Said dan Syarifah, memiliki keunikan tersendiri dari orang-orang Aceh pada umumnya. Dari segi perawakan, wajah, ataupun garis muka, mereka berbeda dengan orang-orang Aceh lainnya. Kendati mereka pun berdarah Aceh atau tinggal bersama orang Aceh. Yah, tentu saja ini tak terlepas dari sejarah bangsa Arab yang pernah singgah di Aceh dulu. Lihat saja, para Said dan Syarifah ini, memiliki wajah yang sangat kearab-araban. Sebagian besar berkulit putih, dan bermata kecoklat-coklatan. Tak heran, jika mereka cantik dan tampan :)


Kok bisa sih ada Said dan Syarifah?? 
Begini penjelasannya...
Said dan Syarifah merupakan keturunan yang memiliki nasab atau garis keturunan langsung kepada Rasulullah SAW yang memiliki kemuliaan. Karena kemuliaan dari nasab tersebutlah, sangat diutamakan mereka harus tetap mempertahankan garis nasab itu. Berdasarkan penjelasan Rasulullah SAW, pada hari akhir kelak, seluruh nasab akan putus kecuali nasabnya Rasul. Adapun makna yang terkandung dalam hadits di atas tadi adalah dalam hal nasab mustahil akan terjadi pemutusan hubungan keturunan nabi saw kalau tidak dengan terputusnya nasab seorang anak dan tidak akan terputus nasab seorang anak kalau bukan disebabkan perkawinan syarifah dengan lelaki yang tidak menyambung nasabnya kepada nabi saw. Dan jika telah terjadi pemutusan hubungan tersebut, maka menurut hadits di atas dijelaskan bahwa Nabi Muhammad tidak akan memberi syafa’atnya kepada orang yang memutuskan hubungan keturunannya kepada Rasulullah melalui perkawinan syarifah dengan lelaki yang bukan sayid.
Seharusnya para keturunan Rasulullah yang hidup saat ini melipatgandakan rasa syukurnya kepada Allah, karena melalui kakeknya Nabi Muhammad saw mereka menjadi manusia yang memiliki keutamaan dan kemuliaan, bukan sebaliknya mereka kufur ni’mat atas apa yang mereka telah dapatkan dengan melepas keutamaan dan kemuliaan diri dan keturunannya melalui pernikahan yang mengabaikan kafa’ah nasab dalam perkawinan anak dan saudara perempuannya, yaitu dengan mengawinkan anak dan saudara perempuannya sebagai seorang syarifah dengan lelaki yang bukan sayyid. Nah, karena faktor inilah, para Syarifah dituntut untuk menikah dengan Said (harus se kufu').
Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki dari selain keturunan mereka kecuali disetujui oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga (wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama mazhab Hambali, kalaupun mereka rela dan mengawinkannya dengan selain Bani Hasyim, maka mereka ituberdosa. Imam Ahmad bin Hanbal berkata :

‘Wanita keturunan mulia (syarifah) itu hak bagi seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh. Jika salah seorang dari mereka tidak ridho di kawinkannya wanita tersebut dengan lelaki yang tidak sekufu’, maka ia berhak membatalkan. Bahwa wanita (syarifah) hak Allah, sekiranya seluruh wali dan wanita (syarifah) itu sendiri ridho menerima laki-laki yang tidak sekufu’, maka keridhaan mereka tidak sah’.
Seorang ulama yang terkenal yang dianggap pendobrak kebekuan pemikiran kaum muslimin seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seorang Syarif yang putrinya dikawinkan dengan seorang bukan Syarif padahal si ayah tidak setuju, apakah nikah tersebut sah ? Ibnu Taimiyah menjawab :
‘Kafaah dalam hal nasab tidak merupakan persyaratan bagi Imam Malik. Adapun menurut Abu Hanifah, Syafii dan Ahmad–dalam salah satu riwayat darinya– kafaah adalah hak isteri dan kedua orang tua. Maka apabila mereka semua rela tanpa kafu, sahlah nikah mereka. Akan tetapi dalam riwayat lainnya dari Ahmad, kafaah adalah ‘hak Allah’ dan oleh karenanya tidaklah sah nikah tanpa adanya kafaah’.
Dalam kitabnya Bughya al-Mustarsyidin, sayid Abdurahman bin Muhammad bin Husein al-Masyhur, berkata :
‘Seorang syarifah yang dipinang oleh orang selain laki-laki keturunan Rasulullah, maka aku tidak melihat diperbolehkannya pernikahan tersebut. Walaupun wanita keturunan Ahlul Bait Nabi saw dan walinya yang terdekat merestui. Ini dikarenakan nasab yang mulia tersebut tidak bisa diraih dan disamakan. Bagi setiap kerabat yang dekat ataupun jauh dari keturunan sayyidah Fatimah al-Zahra adalah lebih berhak menikahi wanita keturunan Ahlul Bait Nabi tersebut‘.
Selanjutnya beliau berkata :
‘Meskipun para fuqaha mengesahkan perkawinannya, bila perempuan itu ridho dan walinya juga ridho, akan tetapi para fuqaha leluhur kami mempunyai pilihan yang para ahli fiqih lain tidak mampu menangkap rahasianya, maka terima sajalah kamu pasti selamat dan ambillah pendapatnya, jika kamu bantah akan rugi dan menyesal‘.
Dijelaskan oleh Sayyid Usman bin Abdullah bin Yahya (Mufti Betawi) :
‘Dalam perkara kafa’ah, tidaklah sah perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang tidak sekufu’ apalagi perempuan itu seorang syarifah maka yang bukan sayyid tidak boleh menikahinya sekalipun syarifah itu dan walinya menyetujuinya. Sekalipun para fakih telah berkata bahwa pernikahan itu sah namun para ulama ahlul bait mempunyai ijtihad dan ikhtiar dalam perkara syara’ yang tiada di dapati oleh para fakih lain. Maka sesudah diketahui segala nash ini tentang larangan pernikahan wanita keturunan ahlul bait nabi SAW, sebaiknya menjauhkan diri dari memfatwakan bolehnya pernikahan syarifah dengan selain dari keturunan Rasulullah tersebut dengan berlandaskan semata-mata nash umum fuqaha, yakni nikah itu sah bila si wanitanya ridha dan walinya yang dekatpun ridha. Hal ini berlaku secara umum, tidak berlaku untuk syarifah dengan lain bangsa yang bukan sayyid‘.
Selanjutnya beliau berkata :
‘Daripada yang menjadi godaan yang menyakitkan hati Sayidatuna Fathimah dan sekalian keluarga daripada sayid, yaitu bahwa seorang yang bukannya dia daripada bangsa sayid Bani Alawi, ia beristerikan syarifah daripada bangsa Bani Alawi, demikian juga orang yang memfatwakan harus dinikahkannya, demikian juga orang yang menjadi perantaranya pernikahan itu, karena sekaliannya itu telah menyakitkan Sayidatuna Fathimah dan anak cucunya keluarga Rasulullah saw‘.
Mufti Makkah al-Mukarromah, sayid Alwi bin Ahmad al-Saqqaf , menjelaskan dalam kitabnya Tarsyih al-Mustafidin Khasiyah Fath al-Mu’in:
‘Dalam kitab al-Tuhfah dan al-Nihayah disebutkan bahwa tidak ada satupun anak keturunan Bani Hasyim yang sederajat (sekufu’) dengan anak keturunan Siti Fathimah. Hal ini disebabkan kekhususan Rasulullah saw, karena anak keturunan dari anak perempuannya (Siti Fathimah) bernasab kepada beliau dalam hal kafa’ah dan lainnya.”
KESIMPULAN PRINCESS :)
Buat para Said dan Syarifah yang guanteng n cuantik, alangkah utamanya jika tetap mempertahankan nasab yang ada. Keturunan dari orang paling mulia yaitu Rasulullah SAW harus tetap terjaga dengan baik. Tidak merusaknya apalagi mengabaikannya. Said dan Syarifah merupakan keturunan yang spesial. Jagalah kemuliaan nasab, baik dari segi sikap, perkawinan terlebih lagi agama :) 
Yang paling penting adalah Nasab ini bukan berarti menjadi perbedaan dan salah satu bentuk kesenjangan yang ada di Aceh, tapi inilah salah satu keunikan yang ada di Aceh ini yang menjadi "bukti" bersejarah bahwa bangsa Arab pernah singgah di Aceh beberapa puluh tahun lalu.:))

ISLAM DI BOSNIA


Nama          : Muhammad Fajri
Nim             : 421006007
jurusan        : BPI ( Fak. Dakwah IAIN Ar-raniry Banda Aceh)

leting/unit    : 2010/05




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Orientasi dan Pengenalan Negara
Bosnia dan Herzegovina, juga dikenal sebagai Republik Bosnia dan Herzegovina, adalah sebuah negara di semenanjung Balkan di selatan Eropa seluas 51.129 km² (19.741 mil2) dengan jumlah sekitar empat juta penduduk. Negara Bosnia dikenal dalam bahasa resminya sebagai Bosna i Hercegovina dalam huruf Latin dan Босна и Херцеговина dalam huruf Sirilik; namun biasanya, dipendekkan menjadi Bosnia.
Negara ini didiami oleh tiga kelompok etnik yang utama: Bosnia, Serbia dan Kroasia. Warga Bosnia secara umum dikenali sebagai Bosnians dalam bahasa Inggris tanpa memandang bangsa mereka. Pemerintahan negara ini dilakukan secara terpencar dan negara Bosnia sebenarnya terdiri dari persekutuan dua buah wilayah yang utama, yaitu, Federasi Bosnia dan Herzegovina dan Republika Srpska.
Dibatasi oleh Kroasia di utara, barat dan selatan, Serbia di timur, dan Montenegro di selatan, Bosnia dan Herzegovina adalah sebuah negara yang dikelilingi oleh daratan kecuali pesisir pantai Laut Adriatik yang sepanjang 20 km yang berpusat di kota Neum. Pedalaman negara ini penuh dengan pegunungan dan juga sungai yang kebanyakan tidak bisa ditempuh. Ibukota yang sekaligus kota terbesar ialah Sarajevo.
Ini merupakan salah satu negara kecil di Semenanjung Balkan, Eropa Tenggara, pecahan bekas Republik Federasi Sosialis Yugoslavia. Luas wilayahnya hanya 51.233 km2. Sedikit lebih luas dari Propinsi Jawa Timur. Sejarah Bosnia yang mayoritas (40%) dari 3,6 juta penduduknya beragama Islam, memang tak bisa dipisahkan dari Yugoslavia yang berdiri pada 1918.
Tak lama setelah berdiri, Yugoslavia sebenarnya nyaris mengalami perpecahan seperti sekarang. Pemilu pada 1920 melahirkan kekuatan yang relatif setara dari sejumlah partai yang mewakili setiap etnis di Yugoslavia. Akibatnya, pada 6 Januari 1929 konstitusi dibatalkan dan Yugoslavia memasuki sistem pemerintahan kerajaan diktatorial di bawah Raja Alexander. Sistem pemerintahan republik dengan konstitusi baru diterapkan selepas PD II pada November 1945 di bawah kepemimpinan Josip Broz Tito.
Pada 1991, keruntuhan Yugoslavia benar-benar menjadi kenyataan. Awalnya, Slovenia dan Kroasia yang menyatakan memisahkan diri dari Yugoslavia, menjadi negara berdaulat. Selepas itu, Yugoslavia menjadi negara yang senantiasa berubah, baik wilayahnya maupun populasinya. Menyusul Slovenia dan Kroasi, Bosnia melalui suatu referendum pun menyatakan pemisahan diri dari Yugoslavia dan menjadi negara berdaulat dipimpin Presiden Alija Izatbigovic. Inilah yang memicu pembantaian rakyat Muslim Bosnia oleh bangsa Serbia pimpinan Slobodan Milosevic pada 1992.
Serbia berupaya mempertahankan kesatuan Yugoslavia. Etnis Serbia yang umumnya bergama Kristen Ortodox ini ingin mendominasi pemerintahan, militer dan administrasi negara. Di Serbia terdapat sekitar 6 juta etnis Serbia, sedangkan di Bosnia 1,36 juta jiwa dan di Kroasia 0,5 juta jiwa. Milosevic berobsesi mewujudkan Negara Serbia Raya yang bersifat monoetnis, maka ia menentang habis-habisan berdirinya Bosnia Herzegovina yang mayoritas Muslim dengan melakukan pembersihan etnis non-Serbia.
Menghadapi aksi Serbia yang membabi buta, pada 1994 etnis Kroasia di Bosnia dan Musim Bosnia bersatu melawan kebiadaban Serbia. Namun karena persenjataan yang tak berimbang, mereka jadi bulan-bulanan Serbia. Perang sipil selama 44 bulan itu, diperkirakan memakan korban tak kurang 200 ribu jiwa, jutaan lainnya kehilangan rumah dan terpencar-pencar dari keluarga. Mayoritas dari mereka adalah ummat Islam. Milosevic didukung Panglima Angkatan Bersenjata Radovan Karadzic, melakukan pembantaian membabi buta. Saat itulah nama Bosnia Herzegovina mencuat ke dunia dan mengundang simpati khususnya dari negara-negara Islam. Namun Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)-lah yang akhirnya menghentikan aksi brutal Serbia dengan serangan udara ke Serbia dan Montenegro. Pada penghujung 1995 NATO memaksa Serbia menandatangani perjanjian damai yang dilakukan di Dayton, Ohio, AS. Islam masuk ke kawasan Balkan, termasuk Bosnia, sekitar tahun 1389. Yaitu saat wilayah Balkan ada di bawah kekuasaan Turki Ottoman antara abad XII hingga akhir abad XIX. Setelah berada dalam dominasi kekuasaan komunis, umat Islam Bosnia mengalami sekularisasi yang kuat.
Selama berada di bawah Yugoslavia, Bosnia Herzegovina termasuk yang paling miskin dibandingkan negara bagian lain. Selama berada di bawah Yugoslavia, Bosnia Herzegovina termasuk yang paling miskin dibandingkan negara bagian lain. Sedangkan di timur berbatasan dengan Serbia. Untuk memulihkan kondisi ekonomi, Bosnia masih harus mengandalkan bantuan luar negeri. Antara lain dari Bank Pembangunan Islam (IDB) yang pada September 2000 mendirikan Bank Internasional Bosnia. Bank tersebut dibentuk dengan modal dasar sebesar 300 juta dolar AS dengan modal disetor sebesar 60 juta dolar AS. Modal tersebut antara lain berasal dari IDB serta bank Islam lainnya sebagai pendiri seperti Bank Islam Abu Dhabi, Bank Islam Dubai, Bank Islam Bahrain serta dari investor swasta muslim lainnya.[1]

B.    Kemunculan Negara Bosnia
Bosnia dan Herzegovina merupakan sebuah wilayah perbatasan antara Kebudayaan Barat dan Timur. Pada Abad Pertengahan, wilayah tersebut menjadi ajang pertikaian dan perebutan pengaruh antara Romawi Barat yang Katolik dan Romawi Timur yang Ortodoks. Di tengah-tengah pergulatan tersebut, ikut pula sebuah kelompok bid'ah Kristen yang disebut Bogomil. Sekte ini terutama beranggotakan masyarakat kelas atas Bosnia. Kekuatan ketiga yang berpengaruh dalam sejarah negeri itu muncul pada akhir abad ke-13, ketika wilayah tersebut ditaklukkan oleh Turki Usmani yang beragama Islam. Pengikut Bogomil berbondong-bondong pindah ke agama Islam sehingga agama tersebut lenyap. Perpindahan agama tersebut kebanyakan terjadi persamaan derajat yang ditawarkan oleh Islam. Jika mereka masuk Islam maka mereka akan mendapatkan kedudukan yang sama tingginya dengan orang Islam lainnya, akan tetapi bila mereka tetap pada agama agama leluhurnya maka mereka akan berstatus sebagai orang -orang yang kalah dalam peperangan tunduk dalam aturan Islam.
Hal itu bukan omong kosong belaka. Dalam perkembangannya, kaum Muslim Bosnia mendapatkan status sama dengan orang Turki asli. Mereka menjadi tangan kanan orang Turki untuk memerintah penduduk Bosnia yang tetap memeluk agama leluhurnya. Masuknya pemikiran nasionalisme membawa perubahan besar dan tajam di Bosnia. Apabila sebelumnya secara umum penduduk wilayah itu disebut orang Bosnia dan hanya dibedakan menurut agamanya, kini mereka mengidentifikasikan diri dengan tetangganya. Orang Bosnia yang menganut Kristen Ortodoks mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Serbia sementara penganut Katolik menjadi orang Kroasia. Ketika Turki melemah, negara-negara jajahannya di Balkan memerdekakan diri. Salah satu di antaranya adalah Serbia. Ketika Turki melemah, negara-negara jajahannya di Balkan memerdekakan diri. Salah satu di antaranya adalah Serbia. Hal tersebut kemudian mendorong kaum nasionalis Serbia membunuh putera mahkota kekaisaran tersebut di Sarajevo pada tahun 1914, yang kemudian menyebabkan pecahnya Perang Dunia I. Setelah PD I usai, Bosnia dan Herzegovina, bersama-sama dengan Kroasia, Slovenia, dan Vojvodina, diserahkan oleh Austria kepada Kerajaan Serbia-Montenegro. Dari penggabungan ini muncullah Kerajaan Yugoslavia (Slavia Selatan).
Akan tetapi perpecahan segera melanda negeri itu akibat pertentangan dua etnis utamanya. Orang Serbia berusaha membangun negara kesatuan sementara orang Kroasia menginginkan federasi yang longgar. Kaum Muslim Bosnia terjebak dalam pertikaian tersebut karena kedua pihak memperebutkan wilayah tersebut. Beberapa kaum Muslim mendukung klaim Serbia dan menyebut dirinya sebagai Muslim Serbia. Namun lebih banyak lagi yang pro -Kroasia dan menyebut dirinya sebagai orang Muslim Kroasia. Pertentangan tersebut kemudian meledak menjadi kekerasan setelah Jerman Nazi menguasai Yugoslavia tahun 1941.
Setelah menaklukkan Yugoslavia, Hitler menggabungkan bekas propinsi Kroasia, Bosnia, dan Herzegovina ke dalam negara boneka yang disebut sebagai Negara Kroasia Merdeka (lebih dikenal dengan inisial Kroasianya, NDH). Negara tersebut dipimpin oleh Ante Pavelic, pemimpin organisasi nasionalis ekstrim Kroasia, Ustasa (pemberontak). Rezim NDH ini berusaha membersihkan wilayahnya dari orang Serbia, Yahudi, dan Gipsi.
Oleh karena besarnya jumlah penduduk Serbia di NDH, kaum Ustasa bersekutu dengan kaum Muslim guna mengimbanginya. Banyak orang Muslim yang bergabung dengan rezim tersebut, di mana bahkan wakil presiden dan menlu NDH adalah tokoh-tokoh Muslim.
Kaum Muslim juga bergabung dengan Jerman dalam memerangi gerilyawan, baik Chetnik maupun Partisan. Dua divisi SS (Schutzstaffel, pengawal elit Hitler yang ditakuti) dibentuk dari kalangan kaum Muslim Bosnia, yaitu Divisi 'Handzar' dan 'Kama'.
Banyak orang Serbia yang selamat bergabung dengan gerilyawan Chetnik yang pro-raja dan kemudian melancarkan pembantaian balasan terhadap orang Kroasia dan Muslim. Konflik etnis berdarah ini memberikan keuntungan bagi kelompok Partisan pimpinan Tito. Oleh karena berhaluan komunis yang tidak membeda-bedakan latar belakang etnis dan agama, kelompok ini menarik pendukung dari berbagai latar belakang yang tidak menyukai pertumpahan darah di antara sesama warga Yugoslavia. Dengan demikian, kaum Partisan berhasil merebut kekuasaan di seluruh Yugoslavia setelah usainya perang.
Setelah meraih kekuasaan atas Yugoslavia, Josip Broz Tito berusaha membangun kembali persaudaran negeri itu di bawah bendera komunisme. Dalam upayanya untuk mengatasi perselisihan antar kelompok etnis dan agama, dia membentuk negeri itu menurut sistem federal yang ditarik berdasarkan etnisitas. karena memiliki penduduk yang plural, merupakan ujian berat bagi Tito. Orang Serbia menuntut penggabungan wilayah tersebut karena penduduk Serbia yang hampir mencapai setengah dari total penduduk di sana pada masa itu. Akan tetapi Tito menolaknya. Dia tidak ingin membuat Serbia menjadi kuat seperti sebelumnya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk memecah belah orang Serbia. Wilayah Serbia diperkecil dengan membentuk dua republik federal (yaitu Montenegro dan Makedonia) serta dua provinsi otonom (Vojvodina dan Kosovo). Tito, sebagai seorang Kroasia-Bosnia, memutuskan bahwa wilayah Bosnia dan Herzegovina harus menjadi sebuah republik federal. Dengan demikian, orang Serbia dapat diimbangi oleh gabungan Muslim-Kroasia di wilayah tersebut.
                Dalam menghadapi ketidakpuasan atas keputusan tersebut, rezim Tito memakai tangan besi untuk menghadapinya. Cara tersebut memang efektif tapi hanya untuk sementara waktu. Ketika Tito meninggal, pertikaian antar etnik dan agama kembali meletus di Yugoslavia, yang kemudian meruntuhkan negara tersebut.

C.     Kemerdekaan Bosnia dan Herzegovina

Yugoslavia terpecah-belah pada tahun 1991 setelah runtuhnya rezim-rezim Komunis di Eropa Timur. Mengikuti contoh Kroasia dan Slovenia, pada bulan Maret 1992 Bosnia dan Herzegovina menyatakan kemerdekaannya melalui referendum yang diikuti oleh masyarakat Muslim dan Kroasia Bosnia. Hal tersebut ditentang oleh penduduk Serbia yang ingin menguasai seluruh wilayah eks Yugoslavia.
Di bawah pimpinan Radovan Karadzic, orang Serbia Bosnia memproklamasikan Republik Srpska. Dengan bantuan pasukan federal pimpinan Jenderal Ratko Mladic, orang Serbia Bosnia berhasil menguasai 70 persen wilayah negeri itu. Dalam konflik ini, etnis Serbia yang mayoritas berusaha melenyapkan etnis Muslim dan Kroasia. Terjadilah pembantaian terbesar dalam sejarah yang jumlah korbannya hanya kalah oleh Perang Dunia. Pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan olah Kaum Serbia kemudian menyebabkan pemimpin-pemimpin Serbia ditetapkan sebagai penjahat perang oleh PBB. Dalam perkembangan terakhirpun mereka menyatakan tidak puas karena tidak berhasil membersihkan etnik Muslim- Bosnia.
Akhirnya, setelah perang berdarah yang berlarut-larut, perdamaian di antara ketiga kelompok tersebut berhasil dipaksakan oleh NATO. Sesuai dengan Kesepakatan Dayton tahun 1995, keutuhan wilayah Bosnia dan Herzegovina ditegakkan namun negara tersebut dibagi dalam dua bagian: 51% wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Federasi Bosnia dan Herzegovina) dan 49% Serbia (Republik Srpska).
Kini negeri tersebut mulai menghirup perdamaian dan ketiga belah pihak berusaha membangun saling percaya. Akan tetapi memang perlu waktu lama untuk menghapuskan permusuhan berabad-abad itu. Salah satu hal yang diusahakan untuk membangun saling percaya tersebut adalah mengadili para penjahat perang. Mantan Presiden Republik Srpska Radovan Karadžić berhasil ditangkap pada 21 Juli 2008, sementara mantan Panglima Tentara Federal Jenderal Ratko Mladic belum tertangkap.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Deskripsi Geografis
1.     Populasi
Lebih dari 95% populasi Bosnia dan Herzegovina milik salah satu dari tiga kelompok etnis konstitutif: Bosnia, Serbia dan Kroasia. Lebih dari 95% populasi Bosnia dan Herzegovina milik salah satu dari tiga kelompok etnis konstitutif: Bosnia, Serbia dan Kroasia. Bosnia-Herzegovina adalah salah satu negara kecil di Semenanjung Balkan, Eropa bagian Tenggara. Luas wilayahnya hanya 51.233 km persegi (sedikit lebih luas dari Propinsi Jawa Timur). Islam masuk ke kawasan Balkan (termasuk Bosnia) sekitar tahun 1389, ketika wilayah Balkan ada di bawah kekuasaan Turki Utsmani antara abad XII hingga akhir abad.
Pada tahun 1918, Bosnia menjadi wilayah Yugoslavia. Akhir Perang Dunia ke II menempatkan rezim komunis di puncak kekuasaan Yugoslavia. Mulai saat itulah umat Islam Bosnia mengalami sekularisasi yang kuat, hingga sebagian besar kaum muslimin Bosnia melupakan agamanya meskipun masih mengaku beragama Islam.
Keruntuhan komunis di Uni Soviet membawa efek yang serupa pada Yugoslavia yang merupakan negara satelit Uni Soviet. Runtuhnya sistem komunis pada akhir 1988 menyebabkan Yugoslavia terpecah menjadi enam negara, yaitu Serbia, Kroasia, Bosnia, Macedonia, Slovenia dan Montenegro.Awalnya, Slovenia dan Kroasia menyatakan memisahkan diri dari Yugoslavia dan menjadi negara berdaulat. Selepas itu, Yugoslavia menjadi negara yang senantiasa berubah, baik wilayahnya maupun populasinya. Menyusul Slovenia dan Kroasia, Bosnia melalui referendum tahun 1992 pun menyatakan pemisahan diri dari Yugoslavia dan menjadi negara berdaulat dipimpin Presiden Alija Izatbigovic. Inilah yang memicu pembantaian rakyat Muslim Bosnia oleh bangsa Serbia pimpinan Slobodan Milosevic pada 1992.
Serbia berupaya mempertahankan kesatuan Yugoslavia. Etnis Serbia yang umumnya bergama Kristen Ortodox ini ingin mendominasi pemerintahan, militer dan administrasi negara. Di Serbia terdapat sekitar 6 juta etnis Serbia, sedangkan di Bosnia 1,36 juta jiwa dan di Kroasia 0,5 juta jiwa. Milosevic berobsesi mewujudkan Negara Serbia Raya yang bersifat monoetnis, maka ia menentang habis-habisan berdirinya Bosnia Herzegovina yang mayoritas Muslim dengan melakukan pembersihan etnis non-Serbia dan merebut wilayah dari Bosnia dan Kroasia. Negara Bosnia yang dideklarasikan pada tahun 1992 merupakan negara multietnis berpenduduk 4,3 juta jiwa, dengan komposisi 43,7% etnis Bosnia (90% muslim), 31,3% etnis Serbia/Serbia-Bosnia (93% beragama Kristen Ortodox), 17,3% etnis Kroasia/Kroasia-Bosnia (88% beragama Katolik Roma) dan etnis lainnya 5,5%.
Pada awal terjadinya perang di tahun 1992, warga negara Bosnia yang terdiri atas etnis Bosnia dan etnis Kroasia bersama-sama menghadapi serangan tentara Serbia. Namun ketika keadaan Bosnia mencapai titik kritis, dimana sekitar 70% wilayah Bosnia direbut oleh Serbia, etnis Kroasia di Bosnia dibantu Negara Kroasia berkhianat dan berusaha merebut wilayah Bosnia yang tersisa (30%). Akibatnya Kroasia berhasil menguasai 20% wilayah Bosnia, sementara warga muslim Bosnia hanya menguasai 10% wilayahnya. Tindakan ini menjadikan muslim Bosnia terjepit oleh serangan dua musuh sekaligus. Ironisnya, dalam keadaan seperti ini PBB dan negara-negara Barat bersikeras mempertahankan embargo senjata pada muslim Bosnia. Mereka menutup mata terhadap pembantaian besar-besaran yang terjadi di depan mata mereka. Dalam langkah majunya menguasai wilayah Bosnia, pasukan Serbia melakukan pembantaian massal pada muslim Bosnia. Mereka yang beruntung masih hidup dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Sejarah mencatat perang ini ditandai dengan pemerkosaan terhadap para wanita Islam dilakukan secara massal dan sistematis. Bayi-bayi hasil perkosaan tentara Serbia akan dianggap warga etnis Serbia. Dengan demikian, kelak Serbia dapat mengklaim sebagai etnis mayoritas di wilayah-wilayah yang didudukinya. Serangan Serbia (yang kemudian dibantu oleh Kroasia) terhadap muslim Bosnia telah menyebabkan tragedi kemanusiaan yang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia kedua.
Pecahnya perang di Bosnia tidak luput dari perhatian para mujahidin yang baru saja berhasil menjatuhkan pemerintahan komunis di Kabul. Lima orang mujahidin dari Afghanistan segera bertolak ke Bosnia mengecek kondisi yang sebenarnya. Salah satu dari mereka adalah Syeikh Abu Abdul Aziz. Beliau adalah salah satu pemuda yang sejak awal bergabung dalam jihad Afghan karena seruan Syeikh Abdullah Azzam, semoga Allah menerima syahid beliau. Temuan para utusan tersebut di lapangan membenarkan terjadinya pembantaian terhadap kaum muslimin di Bosnia.
Maka mulailah para mujahidin dari seluruh dunia mengalir masuk ke Bosnia. Mereka ditempatkan dalam satu batalion yang khusus terdiri atas mujahidin non Bosnia. Mereka datang dari seluruh dunia, bahkan sebenarnya para mujahid Arab adalah minoritas, menurut Syeikh Abu Abdul Aziz. Batalion itu dinamai Katibat al-Mujahidin (Batalion Mujahidin), atau Odred El-Mudzahidin dalam bahasa Bosnia. Batalion tersebut merupakan bagian dari Angkatan Bersenjata Bosnia, yaitu Batalion ke-Tujuh (SEDMI KORPUS, ARMIJA REPUBLIKE BH) Angkatan Darat Bosnia.
 Krisis yang terjadi akibat serangan Serbia dan Kroasia, ditambah kehadiran para mujahidin asing yang ikhlas mengingatkan rakyat Bosnia akan agama yang telah mereka tinggalkan selama ini. Semangat muslim Bosnia untuk kembali pada Islam semakin besar. Masjid-masjid mulai dipenuhi jamaah. Jilbab semakin banyak dikenakan para muslimah Bosnia. Majelis-majelis ilmu dan tahfiz Quran mulai bermunculan kembali. Dengan pertolongan Allah, melalui perjuangan rakyat Bosnia dan mujahidin asing, lambat laun keadaan mulai berubah. Kepada tentara muslim Bosnia, mujahidin asing berbagi taktik dan strategi untuk mengalahkan musuh yang memiliki persenjataan yang lebih kuat, hasil pengalaman perang sebelas tahun di Afghanistan. Angkatan Bersenjata Bosnia dan mujahidin asing tidak lagi bertahan. Mereka melancarkan berbagai operasi penyerangan untuk merebut daerah-daerah strategis di Bosnia. Daerah-daerah yang dikuasai oleh pasukan Serbia, satu per satu berhasil direbut kembali.
Khawatir dengan tekanan balik dari pasukan muslim, negara-negara Barat segera mensponsori perundingan damai. Berbagai bentuk tekanan diberikan kepada ketiga pihak yang bertikai, agar mereka dapat menghentikan perang dan berunding. Pada tahun 1994 Kroasia menandatangani perjanjian damai dengan Bosnia dan bersama-sama mendirikan Federasi Bosnia. Saat muslim Bosnia berhasil menguasai kembali 51% wilayahnya, di bawah tekanan politik negara-negara Barat dan krisis ekonomi yang mencekik, pemerintah Bosnia terpaksa menandatangani Perjanjian Dayton di Paris pada Desember 1995. Wilayah Bosnia dipecah menjadi dua negara bagian, yaitu Federasi Bosnia (berisikan warga etnis Bosnia dan Kroasia) dengan luas wilayah 51% dan Republik Serbska (berisikan warga etnis Serbia) dengan luas wilayah 49%.
Maka berakhirlah perang yang telah membawa begitu banyak korban : diperkirakan antara 100.000 hingga 200.000 ribu orang telah tewas (sekitar 69% korban tewas adalah muslim Bosnia), lebih dari 40.000 wanita diperkosa, dan 1,8 juta orang terpaksa mengungsi.

2.     Natural dan Human Resource(Sumber Alam)

Bosnia memiliki luas wilayah 51.129 km persegi (19.741 mil ²). Ini adalah negara pegunungan. Secara khusus, perpanjangan Alpen Dinarik, yang merupakan perbatasan barat Bosnia dengan Kroasia, melintasi bagian barat dan selatan republik. Puncak tertinggi adalah Gunung Maglic, berukuran 2.387 m (7831 ft), di perbatasan dengan BENIH tersebut. Banyak republik juga terletak dalam Karst, sebuah dataran tinggi batu kapur tandus rusak oleh depresi dan pegunungan. Bagian utara dari republik ini sangat hutan, sedangkan bagian selatan memiliki area datar tanah subur. Mereka wilayah datar digunakan terutama sebagai lahan pertanian. Sungai utama termasuk Bosnia Bosna, yang Sava, yang mengalir di sepanjang perbatasan utara, dan sungai yang Sava, Una, Drina, dan Vrbas. Sungai ini semua aliran utara, hanya beberapa sungai lainnya, terutama Neretva, aliran menuju Laut Adriatik. Lembah-lembah sungai utara melebar menjadi dataran subur Sava, yang membentang di ketiga utara Bosnia.
Sebuah iklim Mediterania berlaku di selatan, dengan cerah, musim panas yang hangat dan ringan, musim hujan. Iklim kontinental dimodifikasi musim panas yang hangat dan musim salju yang dingin mendominasi wilayah pedalaman utara. Pada elevasi yang lebih tinggi, pendek, musim panas dingin dan panjang, musim dingin yang parah dengan salju yang umum. Suhu rata-rata untuk Sarajevo, di zona benua, adalah -1 ° C (30 ° F) pada bulan Januari dan 20 ° C (68 ° F) pada bulan Juli.
Bosnia adalah tanah bumi dominan coklat. Hutan Beech merupakan vegetasi alam primer. Di antara satwa liar yang ditemukan di negara ini kelinci, lynxes, musang, berang-berang, rubah, kucing liar, serigala, beruang abu-abu, chamois, rusa, elang, burung bangkai, mouflon (domba liar), dan elang. Lynxes, musang, dan berang-berang memiliki status spesies yang terancam punah.
Bosnia kaya akan sumber daya alam. Sumber daya ini termasuk tanah luas dan tanah yang subur, hutan yang luas, dan deposito berharga mineral seperti garam, mangan, perak, timah, tembaga, bijih besi, kromium, dan batubara.
Polusi udara dari tanaman metalurgi, kekurangan air, dan layanan sanitasi yang buruk atau gagal adalah beberapa masalah yang dihadapi negara, tetapi kerusakan infrastruktur karena perang saudara yang berlangsung dari 1991 sampai 1995 adalah edisi terbaru yang paling mendesak. Sebagian besar aktivitas sejak akhir perang masih terkonsentrasi pada pemulihan kebutuhan dasar dan jasa, daripada mengatasi permasalahan lingkungan secara langsung. Namun, meskipun keasyikan mereka dengan membangun kembali infrastruktur perang-robek, para pemimpin di Bosnia dan Herzegovina tidak kehilangan isu lingkungan-negara itu seorang pengamat di Kongres Konservasi Dunia di Montreal pada tahun 1996.[2]

3.     Perkembangan Perekonomian

Selain Mantan Republik Yugoslavia Makedonia, Bosnia dan Herzegovina adalah republik yang paling berkembang di bekas Yugoslavia. Para ekonomi terencana terpusat telah mengakibatkan beberapa warisan dalam perekonomian. Pertanian terutama di sektor swasta, dengan kepemilikan pertanian kecil dan tidak menguntungkan, sehingga makanan yang paling yang diimpor. Industri ini sangat kelebihan pegawai, yang mencerminkan kekakuan ekonomi terencana. Ini host bagian besar tanaman pertahanan Yugoslavia untuk alasan militer, dan dalam arti itu, berada di pusat bekas Yugoslavia.
Tiga tahun perang terakhir (1992-1995) menghancurkan perekonomian dan infrastruktur di Bosnia dan Herzegovina, menyebabkan produksi menurun sebesar 80%, pengangguran untuk terbang, dan kematian sekitar 100 000 orang dan pemindahan setengah populasi. Bosnia telah menghadapi tantangan ganda: tidak hanya untuk pulih dari perang tetapi juga untuk menyelesaikan transisi dari sosialisme ke kapitalisme.
Dengan perdamaian gelisah di tempat, output pulih tahun 1996-1999 pada tingkat persentase yang tinggi dari basis yang rendah, tetapi pertumbuhan output melambat pada 2000-2002. Bagian dari lag dalam output dibuat di 2003-2005.Sayangnya, data ekonomi adalah penggunaan terbatas karena, walaupun kedua angka masalah entitas, tingkat nasional statistik tidak tersedia.Pasar abu-abu merupakan sumber pendapatan penting bagi para pedagang Bosnia.
The 'Marka konvertibilna-KM' (tanda konversi atau BAM) - mata uang nasional diperkenalkan pada tahun 1998 - yang dipatok terhadap euro, dan kepercayaan pada mata uang dan sektor perbankan telah meningkat. Pelaksanaan privatisasi, bagaimanapun, telah lambat, dan entitas lokal hanya enggan mendukung lembaga-lembaga di tingkat nasional.
Bank Sentral Bosnia dan Herzegovina didirikan pada tahun 1997-an, negosiasi utang sukses diadakan dengan London Club pada Desember 1997, dan dengan Paris Club pada bulan Oktober 1998, dan mata uang baru, Bosnia dan Herzegovina tanda konversi, diperkenalkan pada pertengahan 1998. Pada tahun 1999, Mark Konversi memperoleh penerimaan yang lebih luas, dan Bank Sentral secara dramatis meningkatkan kepemilikan cadangannya.
Perbankan reformasi dipercepat pada tahun 2001 sebagai biro pembayaran dari perang bekas pra-Bosnia dan Herzegovina ditutup, bank asing, terutama dari Eropa barat, kini menguasai sebagian besar sektor perbankan. Tapi defisit rekening yang cukup besar saat ini dan tingkat pengangguran yang tinggi tetap dua masalah ekonomi paling serius.
Meskipun utama upaya bantuan internasional, laju pemulihan pasca-perang ekonomi telah jauh lebih lambat dari yang diharapkan. PDB menurut pengeluaran diperkirakan pada KM 24 161 juta di tahun 2007, merupakan peningkatan nominal sebesar 14,23% dari tahun 2006 sampai 2007. Sejak perang berakhir, BiH telah menarik hanya sekitar KM 2,1 miliar dalam investasi asing. Data ekonomi yang langka.

B.    Peradaban dan Budaya
1.      Budaya Kehidupan
Bosnia dan Herzegovina adalah salah satu negara paling beragam di bekas Yugoslavia, dan Anda akan merasakan ini segera ketika Anda kunjungi. Di Bosnia dan Herzegovina, tiga kelompok membentuk persentase terbesar penduduk: orang Bosnia, Kroasia, dan Serbia. Anda juga dapat menemukan orang-orang Yahudi, Rumania, Albania, dan Turki di Bosnia dan Herzegovina. Dengan ini kaya perpaduan budaya dan keyakinan, Anda akan merasa tenggelam dalam cara yang sangat tua dan kompleks kehidupan.
Budaya Di pedesaan di Bosnia dan Herzegovina, keluarga biasanya hidup di rumah-rumah dari batu bata, batu, atau kayu. Desa rumah secara tradisional zadrugas, yang terdiri dari beberapa keluarga yang tinggal di lahan umum. Keluarga berbagi tanggung jawab pertanian untuk meringankan beban kerja pertanian banyak. Hari ini, Anda masih akan menemukan suasana komunitas besar di desa-desa kecil dan daerah pinggiran kota sama.
Banyak Bosnia adalah Muslim, dan jika Anda merencanakan kunjungan rumah selama perjalanan Anda, ingatlah bahwa Anda melepas sepatu latihan rutin dalam rumah tangga Muslim. Sandal pada umumnya diberikan oleh tuan rumah ketika Anda mengunjungi rumah Bosnia.
2.      Kehidupan Keluarga
Sesepuh dihormati dalam budaya Bosnia dan dianggap sangat penting anggota keluarga. pendapat mereka dan keinginan selalu ditangani dengan hati-hati.
Bahkan, kehidupan keluarga pada umumnya mungkin tampak lebih formal, termasuk hubungan antara orang tua dan anak-anak. Bosnia budaya masih mempertahankan kelompok-kelompok keluarga besar, yang berarti bahwa kakek dan nenek hidup dengan anak-anak dewasa mereka dan merawat anak-anak sementara orang tua sedang bekerja. Orangtua biasanya dipraktekkan, dan semua anak-anak dibesarkan dengan nilai-nilai menghormati kerabat mereka yang lebih tua dan mengetahui bahwa mereka akan sangat peduli mungkin untuk kerabat yang lebih tua di kemudian hari.
Keluarga terpengaruh oleh perang pada 1990-an, dimana pengunjung harus diingat. Beberapa keluarga telah rusak dan sekarang dipimpin oleh janda setelah suami hilang dalam konflik. Selain itu, berbagai daerah mencapai konsentrasi yang lebih tinggi selama perang. Lebih banyak orang pindah ke kota-kota dari daerah pedesaan, di mana mereka tetap hari ini. daerah Suburban menjadi lebih padat penduduk di pertengahan 1990-an, menambahkan bahkan kepribadian lebih ke daerah-daerah yang sudah beragam. [3]
3.      Budaya Perkawinan
Perempuan biasanya bekerja di luar rumah mereka di kota-kota besar. Di Bosnia dan Herzegovina, wanita memiliki hak-hak politik dan ekonomi yang sama. Dalam banyak keluarga, perempuan mungkin lebih bertanggung jawab untuk tugas-tugas rumah tangga seperti belanja makanan, pekerjaan rumah tangga, dan perawatan anak, terutama di lebih daerah Bosnia pedesaan.
4.      Makanan
Anda akan menemukan bahwa tidak peduli yang masakan Anda memilih untuk sampel, maka kemungkinan besar menggabungkan daging panggang yang lezat, sayuran rebus, dan roti di sebuah perkumpulan kombinasi. Bosnia memiliki tradisional rebusan kubis dan daging, dan Burek dan PIDA, yang berlapis pai daging dan keju. Coba baklava, Turki manis, untuk menghabisi makanan Anda.
5.      Budaya Wisata
Di Bosnia dan Herzegovina, tip di bar dan restoran diharapkan. Di restoran yang lebih kecil, itu bukan adat tetapi selalu dihargai. Aim dari 5-10% dari total.
Hati-hati Gunakan ketika mendiskusikan politik. Sementara Bosnia banyak yang baik ramah dan antusias untuk berbicara tentang subjek apapun, itu disarankan agar Anda mendengarkan pendapat politik dan tidak selalu milikmu suara.

C.     Perkembangan Islam di Bosnia
Walaupun seluruh daerah Balkan berada di bawah kendali Ottoman di beberapa titik selama eksistensi bahwa Kekaisaran, menyebarkan Islam di seluruh wilayah tidak merata. Sebagian dari alasan di balik konflik di bekas Yugoslavia pada 1990-an adalah perbedaan agama antara Kristen Ortodoks Serbia, orang Kroasia Katolik, dan Muslim Bosnia. Mengapa Bosnia dikonversi secara massal ke Islam di bawah Kekaisaran Ottoman, sedangkan daerah Balkan lainnya - dengan pengecualian Albania, yang juga menjadi sebagian besar beragama Islam - Kristen tetap, adalah subyek beasiswa banyak setelah perang Balkan yang diikuti runtuhnya Yugoslavia pada tahun 1991.
Sebelum invasi Ottoman, Bosnia adalah salah satu daerah Balkan hanya tanpa kesetiaan yang kuat untuk Kristen. Sebuah Bosnia independen Gereja telah didirikan pada abad ke 11, di luar yurisdiksi baik Katolik atau Ortodoks Gereja, tapi bahkan yang berada di goyah pada saat invasi Ottoman dari abad ke-15. Kebanyakan sarjana menolak teori lama yang Bosnia menjadi negara Islam karena masuknya umat Islam yang datang ke wilayah ini setelah invasi Ottoman. angka sensus Ottoman menunjukkan bahwa ada dalam migrasi sebenarnya sangat sedikit untuk Bosnia oleh Turki, meningkatnya jumlah umat Islam adalah karena konversi Bosnia sudah tinggal di wilayah itu. Pada tahun 1468-9, hanya setelah penaklukan Ottoman Bosnia, Ottoman tercatat sekitar 185.000 orang Kristen tinggal di sana, karena bertentangan dengan 1.700 Muslim. Pada 1485, angka itu 155.000 22.000 Kristen dan Muslim. Pada 1520, ada sekitar 98.000 84.000 Kristen dan Muslim, dan oleh 1600 kaum muslim mayoritas di Bosnia. Menimbang bahwa populasi keseluruhan tidak meningkat secara signifikan selama periode ini, jelas bahwa tidak ada masuknya Muslim dari luar daerah, orang Bosnia sendiri hanya dikonversi.
Kelemahan Gereja Kristen di Bosnia merupakan faktor paling penting dalam konversi massa Islam yang terjadi di sana. Ada kurangnya organisasi Gereja di Bosnia, terutama bila dibandingkan dengan tetangga Serbia atau Kroasia. Bosnia Banyak yang tidak mematuhi Kristen melakukannya tanpa bimbingan dari apapun otoritas Gereja lebih tinggi di wilayah tersebut. Kurangnya panduan menyebabkan perkembangan semacam folk Kristen di Bosnia, di mana orang diadaptasi ritual tradisional dan praktek untuk kebutuhan mereka sendiri. Tidak sulit untuk mentransfer kesetiaan seseorang untuk bentuk yang sama populer rakyat Islam setelah invasi Ottoman, terutama karena banyak dari hari-hari libur tradisional Bosnia 'dan festival tetap sama.
Hal itu juga bermanfaat untuk Bosnia untuk masuk Islam, karena mereka kemudian bisa menghindari membayar jizyah, pajak dibayar oleh semua non Muslim di kerajaan Islam. Dalam Ortodoks Serbia, di sisi lain, keinginan untuk mengubah agama untuk alasan keuangan seperti itu tidak kuat, karena Ottoman tampak cukup positif tentang Kristen Ortodoks. Itu adalah Gereja Katolik yang paling menderita di bawah Ottoman, karena itu adalah Gereja sebagian besar musuh Eropa Dinasti Utsmani, dan dengan demikian Gereja Ortodoks Serbia dirawat dengan cukup baik. Bahwa toleransi Gereja Ortodoks Serbia menjelaskan mengapa tidak masuk Islam ke tingkat yang sama seperti Bosnia. Katolik Kroasia, sama, menjadi surga bagi umat Katolik melarikan diri pendudukan Ottoman di daerah Balkan lainnya, dan dengan demikian juga tidak punya keinginan untuk masuk Islam. Hal itu juga bermanfaat untuk Bosnia untuk masuk Islam, karena mereka kemudian bisa menghindari membayar jizyah, pajak dibayar oleh semua non Muslim di kerajaan Islam. Dalam Ortodoks Serbia, di sisi lain, keinginan untuk mengubah agama untuk alasan keuangan seperti itu tidak kuat, karena Ottoman tampak cukup positif tentang Kristen Ortodoks. Itu adalah Gereja Katolik yang paling menderita di bawah Ottoman, karena itu adalah Gereja sebagian besar musuh Eropa Dinasti Utsmani, dan dengan demikian Gereja Ortodoks Serbia dirawat dengan cukup baik. Bahwa toleransi Gereja Ortodoks Serbia menjelaskan mengapa tidak masuk Islam ke tingkat yang sama seperti Bosnia. Katolik Kroasia, sama, menjadi surga bagi umat Katolik melarikan diri pendudukan Ottoman di daerah Balkan lainnya, dan dengan demikian juga tidak punya keinginan untuk masuk Islam.
Meningkatnya pengaruh Islam di Bosnia pada abad ke-16 memimpin Dinasti Utsmani untuk melakukan pembangunan monumen Islam banyak, terutama masjid dan jembatan. Masjid utama di Bosnia adalah Gazi Husrev Beg Masjid, dinamai Gubernur Bosnia, dan dibangun pada tahun 1531 oleh arsitek yang sama yang kemudian membangun Masjid Selimiye di Edirne untuk Sultan Selim I. Masjid menjalani rekonstruksi pada tahun 1996 setelah rusak perang. Lain monumen Islam terkenal di Bosnia adalah Jembatan Lama di kota Mostar, yang dibangun oleh Dinasti Utsmani pada 1566. Hal ini dihancurkan oleh pengeboman pada tahun 1993, dan kini telah digantikan oleh sebuah jembatan gantung sementara.
Runtuhnya komunisme di Eropa timur, memberi pengaruh positif bagi perkembangan Islam di wilayah tersebut. Dinamika Islam di Bosnia menjadi salah satu buktinya. Begitu komunisme runtuh, wajah Islam di Bosnia menjadi terlihat lebih dominan. Fakta ini diungkapkan oleh Harun Karcic, peneliti Universitas Bologna yang baru merampungkan risetnya soal kebangkitan Islam di Bosnia.
Menurut dia, ada dua faktor lain selain runtuhnya komunisme yang menjadikan Islam bangkit di wilayah tersebut. “Kereuntuhan komunisme di tahun 1991, itu jelas menjadi faktor utama,” tulis dia di situs media asal Turki, Zaman. Rezim komunis di masa lalu memberi banyak pembatasan bagi warga setempat untuk menjalankan ekspresi keagamaannya.
Dua faktor selain runtuhnya komunisme, kata dia adalah, pembantaian dan globalisasi. Perang yang menghancur leburkan Bosnia dan merenggut banyak nyawa umat Islam menjadi pemicu besar bagi bangkitnya kembali Islam di wilayah tersebut. “Orang-orang kaya dari Timur Tengah menggelontorkan banyak dana untuk membangun masjid di Bosnia,” kata Karcic.
Sedangkan globalisasi, dinilainya, menjadi salah satu alasan terjadinya transfer pengetahuan dan informasi tentang Islam secara deras. Hal ini, imbuh Karcic, mendorong tumbuhnya kesadaran baru tentang Islam di wilayah tersebut. Apalagi saat pembantaian terhadap rakyat Bosnia berlangsung, respons paling kuat muncul dari negara-negara Islam. Ini, kata Karcic, bisa terjadi akibat efek globalisasi.
Kondisi ini sangat berbeda jauh dibanding saat rezim komunis berkuasa sebelum tahun 1990-an. Waktu itu, masjid maupun madrasah-madrasah ditutup secara paksa oleh rezim komunis. Dua bangunan tersebut merupakan simbol yang sangat penting bagi tumbuhnya dinamika Islam. Penutupan masjid dan madrasah ini berpengaruh secara langsung bagi surutnya dinamika Islam di Bosnia.[4]



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Bosnia dan Herzegovina, juga dikenal sebagai Republik Bosnia dan Herzegovina, adalah sebuah negara di semenanjung Balkan di selatan Eropa seluas 51.129 km² (19.741 mil2) dengan jumlah sekitar empat juta penduduk. Negara Bosnia dikenal dalam bahasa resminya sebagai Bosna i Hercegovina dalam huruf Latin dan Босна и Херцеговина dalam huruf Sirilik; namun biasanya, dipendekkan menjadi Bosnia.
Lebih dari 95% populasi Bosnia dan Herzegovina milik salah satu dari tiga kelompok etnis konstitutif: Bosnia, Serbia dan Kroasia. Lebih dari 95% populasi Bosnia dan Herzegovina milik salah satu dari tiga kelompok etnis konstitutif: Bosnia, Serbia dan Kroasia. Bosnia-Herzegovina adalah salah satu negara kecil di Semenanjung Balkan, Eropa bagian Tenggara. Luas wilayahnya hanya 51.233 km persegi (sedikit lebih luas dari Propinsi Jawa Timur). Islam masuk ke kawasan Balkan (termasuk Bosnia) sekitar tahun 1389, ketika wilayah Balkan ada di bawah kekuasaan Turki Utsmani antara abad XII hingga akhir abad.
Banyak republik juga terletak dalam Karst, sebuah dataran tinggi batu kapur tandus rusak oleh depresi dan pegunungan. Bagian utara dari republik ini sangat hutan, sedangkan bagian selatan memiliki area datar tanah subur. Mereka wilayah datar digunakan terutama sebagai lahan pertanian. Sungai utama termasuk Bosnia Bosna, yang Sava, yang mengalir di sepanjang perbatasan utara, dan sungai yang Sava, Una, Drina, dan Vrbas. Sungai ini semua aliran utara, hanya beberapa sungai lainnya, terutama Neretva, aliran menuju Laut Adriatik. Lembah-lembah sungai utara melebar menjadi dataran subur Sava, yang membentang di ketiga utara Bosnia.
Walaupun seluruh daerah Balkan berada di bawah kendali Ottoman di beberapa titik selama eksistensi bahwa Kekaisaran, menyebarkan Islam di seluruh wilayah tidak merata. Sebagian dari alasan di balik konflik di bekas Yugoslavia pada 1990-an adalah perbedaan agama antara Kristen Ortodoks Serbia, orang Kroasia Katolik, dan Muslim Bosnia. Mengapa Bosnia dikonversi secara massal ke Islam di bawah Kekaisaran Ottoman, sedangkan daerah Balkan lainnya - dengan pengecualian Albania, yang juga menjadi sebagian besar beragama Islam - Kristen tetap, adalah subyek beasiswa banyak setelah perang Balkan yang diikuti runtuhnya Yugoslavia pada tahun 1991.
B.    SARAN
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.


[1] Id.m.wikipedia.org/wiki/Bosnia_dan_Herzegovina.
[2] Abdul Halim. Negeri-Negeri Muslim Yang Terjajah.Bogor. 2004.

[3] Nurcholis Majid. Ensiklopedi Islam. PT Ichtiar Van Hoeve. Jakarta. 2005.

[4] www.almujtaba.com




DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. Negeri-Negeri Muslim Yang Terjajah.Bogor. 2004.
Id.m.wikipedia.org/wiki/Bosnia_dan_Herzegovina.
Nurcholis Majid. Ensiklopedi Islam. PT Ichtiar Van Hoeve. Jakarta. 2005.
www.almujtaba.com.