Halaman

Minggu, 03 November 2013

Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok

Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok

Ini mungkin hal yang sangat ditunggu-tunggu pembaca, yaitu tahap pelaksanaan bimbingan kelompok karena suatu proses layanan sangat ditentukan pada tahapan-tahapan yang harus dilalui sehingga akan terarah, runtut, dan tepat pada sasaran. Dari awal sampai akhir akan saya jabarkan disini sehingga diharapkan tidak ada kesalahan dalam proses pemberian Layanan bimbingan kelompok.
tahap pelaksanaan bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995: 40) ada empat tahapan, yaitu:

Tahap I Pembentukan.
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka.

Tahap II Peralihan.
Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat.
Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) Menjelaskan kegiaatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; 2) menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) membahas suasana yang terjadi; 4) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5) Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin, yaitu:
1.      Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka
2.      Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya.
3.      Mendorong dibahasnya suasana perasaan.
4.      Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati.

Tahap III Kegiatan.
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati.
Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu:
1.      Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan.
2.      Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu.
3.      Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas.
4.      Kegiatan selingan.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.

Tahap IV Pengakhiran.
Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:
1.      Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.
2.      Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.
3.      Membahas kegiatan lanjutan.
4.      Mengemukakan pesan dan harapan.
Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.


Asas Bimbingan dan Konseling

Asas Bimbingan dan Konseling

Penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan  bimbingan dan konseling itu sendiri.
Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas ini  tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat  atau bahkan terhenti sama sekali.

Asas-asas bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1.   Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas  yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik  (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing  (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2.  Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3.     Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien)  yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru  pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan  dan kekarelaan.
4.   Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan  yang diberikan kepadanya.
5.  Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan  bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselor)  hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6.   Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien)  pada saat sekarang.
7.    Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.   Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi  dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9.    Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan,  dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan  bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10.  Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.  Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan   dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih tangan  kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor),  dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya  kepada peserta didik (klien) untuk maju.