MACAM-MACAM DEVIASI
DAN LINGKUNGANNYA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA NIM
Muhammad Fajri 421006007
JURUSAN
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM (BPI)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
AR-RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2011-2012
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Di sekitar
kita terdapat berbagai macam perilaku yang bermunculan dan dapat kita amati.
Dari pengertian yang luas, perilaku atau aktivitas-aktivitas tersebut terdiri
dari perilaku yang nampak (overt behavior) dan perilaku yang
tidak nampak (inert behavior). Selanjutnya dalam realitas
kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, perilaku-perilaku individu tersebut
muncul sebagai perilaku yang bersifat kita kehendaki/sesuai(appropriate
behavior) dan terdapat pula perilaku yang tidak kita kehendaki (un
appropriate behavior)(Walgito, 2003:18). Kedua jenis perilaku tersbut
ditentukan dengan tolak ukur norma dan nilai yang berkembang dalam masyarakat,
ketika perilaku yang dikehendaki muncul akan menimbulkan efek positif,
sebaliknya perilaku yang tidak dekehendaki akan menimbulkan dampak negative,
bagi individu itu sendiri ataupun bagi masyarakat/orang lain.
Terkait
dengan hal diatas, terdapat beberapa hal yang akan dibahas mengenai perilaku,
khususnya perilaku yang tidak dikehendaki terkait dengan
penyimpangan-penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh individu atau dapat pula
disebut dengan Deviasi Tingkah Laku.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Deviasi.
Dalam kehidupan masyarakat muncul dan berkembang suatu karakteristik, nilai
dan norma yang diyakini dan dianut oleh masyarakat tersbut yang mengatur dan
membatasi perilaku individu. Namun tidak jarang dalam kehidupan masyarakat
tersbut terjadilah penyimpangan dan perbedaan dalam berperilaku.
Kartini Kartono (2007:11) mengartikan deviasi atau penyimpangan merupakan
tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik
rata-rata dari rakyat kebanyakan/populasi. Dalam Kamus Besar Indonesia,
perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah
laku, perbuatan, atau tanggapan
seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial hakikatnya merupakanperilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk
sosial(dalam http://wikepedia.com ). Sejalan dengan pendapat diatas Hendropuspito (1989) mengartikan
deviasi ialah Suatu tindakan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok
diluar, melawan kaidah sosial yang berlaku di masyarakat.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa deviasi atau perilaku
menyimpang adalah perilaku yang dilakukan individu yang bertentangan/menyimpang
dari ciri karakteristik masyarakat kebanyakan dan norma/nilai yang berkembang
dalam masyarakat tersebut. Sebagai contoh deviasi/perilaku menyimpang adalah
perkawinan dibawah umur, homoseksualitas, alkoholisme kronis, anak usia 7 tahun
yang tidak bersekolah, dan lain sebagainya,
Menurut Robert M. Z. Lawang penyimpangan perilaku adalah semua tindakan
yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan
usaha dari mereka yang berwenang dalam sitem itu untuk memperbaiki perilaku
menyimpang.
Menurut James W. Van Der Zanden perilaku menyimpang yaitu perilaku yang
bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang tercela dan di luar batas
toleransi.
Menurut Lemert penyimpangan dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan
sekunder. Penyimpangan primer adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang
bersifat sementara dan tidak dilakukan terus-menerus sehingga masih dapat
ditolerir masyarakat seperti melanggar rambu lalu lintas, buang sampah
sembarangan, dll. Sedangkan penyimpangan sekunder yakni perilaku menyimpang
yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulang
kali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, dan
lain-lain.
Menurut S Howard Becker(1966)
mendiskripsikan bahwa penyimpangan sosial bukan semata tindakan itu
sendiri,melainkan reaksi masyarakat terhadap tindakan tersebut yang menjadikan
suatu tindakan itu dapat di nilai suatu penyimpangan.
Deviasi individu: suatu penyimpangan
yang melanggar norma dan adat,ini merugikan diri sendiri namun dampaknya dapat
berpengaruh pada lingkungan sekitarnya.
B. ASPEK-ASPEK
TINGKAH LAKU YANG MENYIMPANG
Ciri-ciri
tingkah laku yang menyimpang itu bisa dibedakan tegas, yaitu :
1. Aspek lahiriah, bisa diamati dengan jelas.
Aspek ini
dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
·
Deviasi lahiriah yang verbal dalam
bentuk : kata-kata makian, slang (logat, bahasa populer),
kata-kata kotor yang tidak senonoh dan cabul, sumpah serapah, dialek-dialek
dalam dunia politik dan dunia kriminal, ungkapan-ungkapan sandi, dan lain-lain.
Misalnya,
penamaan “babi” untuk pegawai negeri atau pemerintahan “singa” untuk tentara
“serigala”, untuk polisi “kelinci”, untuk orang-orang yang bisa dijadikan
mangsa (dirampok atau dicopet, digarong), dan seterusnya.
·
Deviasi lahiriah yang
nonverbal : semua tingkah laku yang nonverbal yang nyata kelihatan.
2. Aspek-aspek simbolik
yang tersembunyi.
Mencakup sikap-sikap hidup, emosi-emosi, sentimen-sentimen, dan
motivasi-motivasi yang mengembangkan tingkah laku menyimpang. Berupa mens rea
(pikiran yang paling dalam dan tersembunyi), atau berupa iktikad kriminal di
balik semua aksi-aksi kejahatan dan tingkah laku menyimpang.
Hendaknya selalu diingat, bahwa sebagian besar dari tingkah laku
penyimpangan (ex: kejahatan, pelacuran, kecanduan narkoba, dan lain-lain) itu
tersamar dan tersembunyi sifatnya, tidak kentara atau bahkan tidak bisa diamati.
C. MACAM-MACAM
DEVIASI DAN LINGKUNGANNYA.
Deviasi / penyimpangan tingkah laku itu sifatnya bisa tunggal,
misalnya hanya kriminal saja dan tidak alkoholik atau mencandu bahan-bahan
narkotik. Namun juga bisa jamak sifatnya, misalnya seorang wanita tunasusila
sekaligus juga kriminal.
Deviasi dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu :
1.
Individu-individu dengan
tingkah laku bermasalah yang merugikan bagi orang lain, akan tetapi tidak
merugikan diri sendiri.
2.
Individu-individu dengan
tingkah laku menyimpang yang menjadi masalah bagi diri sendiri, tetapi tidak
untuk orang lain.
3.
Individu-individu dengan
deviasi tingkah laku yang menjadi masalah bagi diri sendiri dan bagi orang
lain.
Deviasi tingkah laku selalu berlangsung dalam satu konteks sosio-kultural
dan antarpersonal. Sehubungan dengan lingkungan sosio-kultural ini, deviasi
tingkah laku dapat dibagi menjadi :
1. Deviasi
Individual.
Beberapa deviasi ditimbulkan oleh cirri-ciri yang unik dari individu yang
berasal dari anomali-anomali, variasi-variasi biologis, dan kelainan-kelainan
psikis tertentu yang sifatnya ada sejak lahir. Kelainan cirri juga disebabkan
oleh penyakit dan kecelakaan.
Devisasi jenis ini sifatnya simptomatik yaitu disebabkan oleh
konflik-konflik intra psikis yang kronis dan sangat dalam atau berasal dari
konflik-konflik yang ditimbulkan oleh identifikasi-identifikassi yang
kontroversal bertentangan satu sama lain. Individu yang termasuk deviasi
individual misalnya : anak-anak luar biasa, fanatisi, idiot savant dan
individu-individu psikotis.
2. Deviasi
Situasional.
Deviasi jenis ini disebabkan oleh pengaruh bermacam-macam kekuatan
situasional/sosial diluar individu atau oleh pengaruh situasi,dimana pribadi
yang bersangkutan menjadi bagian integral dari dirinya.
Situasi dan kondisi sosial atau sosiokultural yang selalu berulang-ulang
dan terus-menerus akan mengkondisionisasi dan memperkuat deviasi-deviasi
sehingga kumulatif sifatnya. Deviasi sosial yang kumulatif itu merupakan produk
dari konflik cultural yaitu produk dari periode-periode dengan banyak konflik
cultural. Konflik budaya atau cultural ini dapat diartikan sebagai:
a.
Konflik antara individu dengan
masyarakat.
b.
Konflik antara nilai-nilai dan
praktik-praktik dari atau lebih kelompok-kelompok sosial.
c.
Konflik-konflik introjeksi
yang berlangsung dalam diri seorang yang hidup dalam lingkungan sosial penuh
dengan nilai dan norma-norma yang bertentangan.
Apabila tingkah laku menyimpang ini berlangsung secara meluas dalam
masyarakat, maka dapat menyebabkan deviasi situasional kumulatif. Berikut
beberapa contoh deviasi situasional :
a.
Kebudayaan korupsi.
b.
Pemberontakan anak remaja.
c.
Adolescent revolt.
d.
Deviasi-deviasi seksual disebabkan
oleh penundaan saat perkawinan jauh sesudah kematangan biologis serta pertimbangan-pertimbangan
ekonomis dan banyak disimulasi oleh rangsangan-rangsangan dari film “biru”,
buku-buku porno dan tingkah laku yang asusila.
e.
Peristiwa homoseksual yang banyak
terjadi dikalangan narapidana di penjara-penjara.
3. Deviasi
Sistematik.
Deviasi sistematik pada
hakikatnya adalah satu subkultur atau satu sistem tingkah laku yang disertai
organisasi sosial khusus, status formal, peranan-peranan, nilai-nilai, rasa
kebanggaan, norma dan moral tertentu yang semuanya berbeda dengan situasi umum.
Segala pikiran dan perbuatan yang menyimpang dari norma umum, kemudian
dirasionalisasi atau dibenarkan oleh semua anggota kelompok dengan pola yang
menyimpang itu. Sehingga penyimpangan tingkah laku deviasi-deviasi itu berubah
menjadi deviasi yang terorganisasi atau deviasi sitematik. Pada umumnya,
kelompok-kelompok deviasi itu mempunyai peraturan-peraturan yang sangat ketat,
sangsi, dan hukum-hukum yang sangat berat yang diperlukan untuk bisa menegakkan
konformitas dan kepatuhan anggota-anggotanya.
Kelompok-kelompok deviasi itu pada umumnya memiliki pola organisasi yang
unik, kode-kode etik, norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang aneh untuk
menegakkan gengsi dan status sosialnya. Biasanya organisasi-organisasi demikian
merupakan pecahan organisasi induknya, yang kemudian menyimpang dari pola
aslinya, karena alasan-alasan menolak kebekuan dalam organisasi induknya.
Proses perpecahan atau pembelahan
semacam ini tidak hanya berlangsung pada organisasi-organisasi saja, akan
tetapi juga berlangsung disegenap lapisan masyarakat. Penyebab deviasi
sistematik, yaitu :
a.
Kesulitan untuk berkomunikasi.
b.
Tidak adanya urgensi serta kurangnya
motivasi untuk mengorganisasi diri.
Selain macam deviasi diatas, terdapat macam deviasi yang lain berdasarkan sifatnya,
yaitu :
a)
Deviasi Postif, adalah
penyimpangan yang mempunyai dampak positif ter-hadap sistem sosial karena
mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan
memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat
karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan
masyarakat yang memunculkan wanita karier.
b)
Deviasi Negatif, adalah
penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan
selalu mengakibatkan hal yang buruk.
Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai berikut:
·
Penyimpangan primer (primary
deviation). Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan
seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang.
·
Penyimpangan sekunder (secondary
deviation). Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang
nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu
orang lain. Misalnya orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang
dalam keadaan mabuk,
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN.
Kartini Kartono (2007:11) mengartikan deviasi atau penyimpangan merupakan
tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik
rata-rata dari rakyat kebanyakan/populasi. Dalam Kamus Besar Indonesia,
perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah
laku, perbuatan, atau tanggapan
seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Ciri-ciri
tingkah laku yang menyimpang itu bisa dibedakan tegas, yaitu :
1. Aspek lahiriah, bisa diamati dengan jelas.
2. Aspek-aspek simbolik
yang tersembunyi.
macam-macam deviasi dan lingkungannya
1. Deviasi Individual
2. Deviasi Situasional
3. Deviasi Sistematik
Selain macam deviasi diatas, terdapat macam deviasi yang lain berdasarkan
sifatnya, yaitu :
c)
Deviasi Postif.
d)
Deviasi Negatif.
Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai berikut:
·
Penyimpangan primer (primary
deviation).
·
Penyimpangan sekunder (secondary
deviation).
DAFTAR PUSTAKA
1. H. Prayitno,
Erman Amti, 1999, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta:
Rineka Cipta.
2.
M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky,
2001, Psikoterapi & Konseling Islam Penerapan Metode
Sufistik, , Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru
3.
Mappiare, Andi AT. 2002. Pengantar
Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
4. Sedanayasa,
Gede & Suranata, Kadek. 2009. Buku Ajar Dasar-dasar Bimbingan
Konseling. Singaraja : Bagian Penerbit Universitas Pendidikan Ganesha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar