Halaman

Rabu, 30 Oktober 2013

“Menatap Masa Depan Aceh Dalam Kerangka Perdamaian MOU Helsinki”

“Menatap Masa Depan Aceh Dalam Kerangka Perdamaian MOU Helsinki”

A.    Sejarah Atjeh Tempo Masa Konflik.

Saya teringat dengan lagu yang dinyanyikan oleh salah satu penyanyi kebanggaan Atjeh T.Rafly yang judulnya “ Aneuk Yatim “ .  Memang lagunya banyak yang menyentuh dan sarat akan makna. Dalam lagu tersebut, menceritakan tentang kisah pahit seorang ibu dan anaknya yang tinggal dalam masa-masa konflik Atjeh. Sang anak selalu menangis tersedu-sedu karena rindu pada ayahnya yang tak kunjung pulang. Tiap waktu, dia menanyakan ibunya tentang keberadaan ayahnya itu. Sang ibu hanya bisa mengelus dada, tak tahu harus menjawab apa. Karena ayahnya itu hilang ntah kemana dibawa oleh orang-orang yang tak dikenal.
Harapan anaknya itu, seandainya ayahnya masih hidup, suatu saat ketika dia sudah tumbuh dewasa, dia akan mencari ayahnya dan mengajaknya pulang kembali, berkumpul bertiga bersama ibunya dan memiliki keluarga yang utuh. Namun, jika ayahnya sudah meninggal hanya satu harapannya, "meupat jrat" alias tahu letak kuburan ayahnya itu agar dia bisa berdoa.
Selepas kepergian ayahnya itu, sang anaklah yang bekerja keras mencari upah untuk menghidupi kehidupannya dan ibunya. Dengan sabar dan ketabahan ibu dan anak terus bertahan. Nasib sudah diatur oleh Allah, manusialah yang harus sabar dan tidak berputus asa. Suatu saat, pasti kebahagiaan akan tiba. Harapan mereka, suatu saat Atjeh akan aman dan damai. Tidak ada lagi terjadi pertumpahan darah, Atjeh tetap jaya dengan mempertahankan kekokohan agama. Sehingga tak akan ada lagi anak-anak yang menjadi yatim karena ayahnya yang tak tau hilang ntah ke mana.
Segelintir kisah pahit warga Atjeh yang hidup ketika terjadi konflik yang berkepanjangan. Puncaknya adalah ketika pemerintahan orde baru di bawah pimpinan presiden Soeharto. Atjeh  ketika itu merasa terlalu sering dikhianati dan tertindas, sedangkan pemerintahan RI menganggap Atjeh telah memberontak sehingga memicu timbulnya perang di kedua belah pihak. Saat itu, saya masih duduk di bangku SD dan masih belum mengerti apa-apa, kalau tidak salah masih duduk di kelas 3 sekitar tahun 1998-1999. Keadaan Atjeh sangat tidak aman, tidak yang seperti kita lihat saat ini. Rentetetan senjata api terdengar di mana-mana, pekikan referendum selalu di teriakkan.
Saya dulu masih belum paham, sebenarnya apa yang sedang terjadi saat itu. Suatu hari, ketika saya dan teman-teman sedang berada di sekolah melaksanakan aktifitas belajar seperti biasanya, dari kejauhan tiba-tiba saja terdengar suara letusan senjata api. Kontak senjata terjadi secara bertubi-tubi.
"TIARAAAPPPP....!!!!!", guru-guru pun panik dan dengan segera mengamankan kami para murid. Tak lama sesudah itu, jalanan pun ramai, anak-anak muda dan juga orang-orang tua yang pria turun ke jalan meneriakkan kata-kata referendum yang saya tak tahu artinya apa. Mereka berjalan kaki dan juga menaiki truk-truk. Dan sepulang ke rumah, barulah saya tahu kalau ternyata referendum itu adalah harapan warga Atjeh untuk merdeka.
Hari-hari kami lewati dengan perasaan was was dan tak aman. Terlebih lagi para kaum pria yang sudah dewasa, jika tak waspada, maka dia akan hilang dan dibawa pergi oleh orang yang tak dikenal bersenjata dan memakai seragam.
Saya Sangat-sangat takut waktu itu, karena saya tinggal di daerah pendalam yang bertepatan di desa lameue kec,sakti kab.pidie, kampong saya dekat dengan gunung dan selalu tiap hari ada letusan senjata/bom , saya sangat panik dan saya juga pernah ikot mengungsi waktu itu:. Perang antara kedua belah pihak (Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintahan RI) sering terjadi di daerah perkampungan dan hutan-hutan. Jadi,  saat itu di Atjeh kita tak bisa berpergian terlalu jauh dan keluar rumah di atas jam 9 malam, Jika ingin aman.
Banyak juga warga yang tak bersalah menjadi korban karena dianggap mata-mata salah satu pihak atau dianggap memberontak. tak hanya itu, para warga yang kaya juga sering menjadi korban, harta dirampas dengan alasan keperluan perang.
Makanya, saat itulah begitu banyak warga Atjeh yang harus menjadi janda dan menjadi yatim. Hingga menanggung luka yang sangat dalam, bahkan ada juga yang menaruh dendam.
Itu hanya cerita lama yang menjadi sejarah kelam masyarakat Atjeh. Saat ini, Aceh sedang merentas jalan damainya. Perdamaian ini didapatkan setelah musibah besar melanda Atjeh yaitu gempa dan tsunami besar tanggal 26 Desember 2004 yang melanda sebagian besar pesisir barat Aceh, termasuk Banda Aceh, dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa. Di samping itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di bagian barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari Aceh dan membentuk provinis-provinsi baru.
. Tepatnya tanggal 15 Agustus 2005, perjanjian damai Atjeh dan pemerintahan RI pun ditanda tangani. Atjeh kembali aman, konflik berkepanjangan pun telah usai.
Saat ini, Atjeh dituntut untuk melakukan rekonsiliasi dan rekontruksi dari konflik dan musibah yang telah didapatnya. Damai tak hanya sekedar terlepas dari konflik belaka dan pembangunan di sana-sini. Perjuangan berat warga Atjeh adalah mempertahankan kedamaian Atjeh dan meneruskan jalan damai dengan memajukan Atjeh ini secara menyeluruh. Tanpa dendam, tanpa terikat dengan sejarah pahit masa lalu.
Memang damai sudah Atjeh dapatkan, tapi untuk apakah damai jika tidak dijalani dengan baik dan benar? Korupsi masih terjadi, demo di mana-mana, pengangguran dan kemiskinan tidak bisa diberantas dan juga warga masih bermalas-malasan??
Damai bukan hanya di atas kertas, namun damai berarti terjamin kesejahteraan dan keamanan lahir dan batin. Antara warga dan pemerintahan.


B.     Masa Depan Aceh Dalam Kerangka Perdamaian MOU Helsinki.

Suatu bangsa tidak akan punah karena menginsafi kesalahannya yang telah mereka lakukan, tapi suatu bangsa akan punah jika mengulangi kembali kesalahan-kesalahan yang pernah di lakukannya.
Realita kebanyakan orang Atjeh sekarang khususnya sesudah di teken MoU Helsinki, mengalami syndrome "Narcissistic Behavior", yaitu kelainan jiwa yang selalu menganggap dirinya hebat, percaya diri yang berlebihan, gila pangkat/haus kekuasaan dan pujian, manipulatif, suka kemewahan, sensitif, ambius,egois, dan anti kritik.
Best MoU helsinki adalah hasil susah payah yang dicapai Atjeh melalui GAM tentang keadilan atjeh khususnya. Dari hal tersebut bahwa perlu disadari MoU itu adalah modal bangsa atjeh untuk menuju tujuan nya sebagai pertengahan perjuangan atjeh terhadap cita-cita.
Perang sudah reda, sekarang kita sudah menggenggam 70% atjeh dalam gengaman yang bersyarat, mari sama-sama kita membangun dan mendukung pemerintahan sekarang dalam mengupas jelas turunan MoU, tidak perlu demo atau lain-lain yang menyebabkan perpecahan.
Buktikan kepada dunia yang sekarang melirik atjeh, bahwa kita sanggup dan bisa memimpin diri kita sendiri dan layak sebagai sebuah negara. Saya tidak memandang lebih kedepan, akan tetapi mari sama-sama kita intropeksi diri bahwa konflik senjata yang berkepanjangan hanya menjadi kita bodoh akan ilmu, sejarah, ekonomi, dan lain-lain sebagainya.
Disusul dengan ganas gelombang stunami yang menyapu bersih pesisir-pesisir atjeh, korban hingga sekian banyak, saya rasa perdamaian ini adalah hal awal dari sebuah kemenangan, dimana dulu kita hanya menjadi liar di tanah sendiri ( DOM, DM, dan lain-lain ).
Untuk apa kita saling menyalahkan, kalau bahwa pada dasar kita semua tau dimana kelemahan kubu GAM dalam segala bidang (RAHASIA) , menimbang dengan sejarah bahwa atjeh belum pernah terkalahkan, mungkin ini lah jalan keluar damai dan MoU lahir dari perjuangan pertengahan bangsa atjeh atas keadilan.
Kedepan Nasib MoU helsinki GAM - RI:
saya rasa itu tergantung pemerintahan dalam menjalankan semuanya, saya selaku mahasiswa biasa akan terus mendukung upaya ini, karena kita tau bahwa fase-fase dalam MoU sangat menguntungkan atjeh apabila semua itu dijalankan sesuai aturan dan dukungan dari instansi sipil dan daerah terhadap pemerintah atjeh (agar tidak merasa sendiri).
yang jelas qanun-qanun sangat dibutuh oleh pemerintah atjeh agar sejarah dan kekuatan hukum ada dalam melakukan tindakan apa pun.
Mari sama-sama kita membangun atjeh, saya dari mahasiswa, anda dari masyarakat sipil, dan seluruh masyarakat atjeh, agar sama-sama kita mengawal dan mendesak pemerintah pusat memperyatakan apa-apa yang telah dijanjikan dalam MoU.
jangan kita ingat senang kalau kita harus lupa dengan susah.
Rimba adalah saksi bisu bagi perjuangan atjeh.
Biarkan waktu yang menentukan. Kita terus berpacu berkerja, tidak usah peduli apa yang dikatakan orang. Perjuangan masih panjang. yang jelas kerja kita hari ini yang akan menentukan masa depan generasi atjeh.
Saya sebagai hamba hanya dapat terus tanpa lelah mengajak dan berkata fakta sesuai realita yang berkembang. Tiada pintu tertutup sedetikpun untuk setiap kita mahasiswa memberi saran dan kritikan yang bertujuan membangun kesejahteraan bersama. Karena dimana sebuah kapal yang kita tumpangi tidak terlepas dari peranan-peranan awak kapal menuju ke pelabuhan yang kita alamatkan.
Tiada hambatan yang sangat permanen jika kita mengjangkul bersama.

persis alunan cerita seorang petani mengarap lahannya, ada yang memerankan cangkul, skrop dan ada pula yang memerankan indikator lain dengan tujuan dapat mengahsilkan secara produktif apa yang telah kita garapkan. Dan jika terjadi gagal panen itulah sebuah takdir, takdir itu jika segala uapaya usaha telah kita tempuh. Apabila jika kita belum terlibat dalam usaha bersama dari berbagai akses jangan pernah mengeluh dan mencemoohkan takdir.
Selalu ada jalan keluar dari maslah yang kita hadapi, seperti pertayaan yang memiliki sebuah jawaban meski terkadang sebuah pertayaan tidak selalu di ikuti dengan jawaban pada waktu yang sama.
Adil dalam menghukumi kesalahan. Karena tidak ada manusia yang bisa terlepas dari kesalahan kecuali Nabi Muhmmad saw. sekalipun orang tersebut, bertakwa, berilmu, dan wara. sebagaimana telah di ketahui, kesalahan merupakan perkara yang sudah nyata kebenarannya tidak sama dengan kesalahan yang masih samar.
Di antara sarana yang dapat membantu terwujudnya penyatuan barisan adalah dengan cara menguatkan hubungan antara para sesama aktivisi ulama serta intlektualitas lainya pada umumnya. hal ini dapat dilakukan di sela-sela aktivitas individual, bersilaturahmi, berkumpul dan saling membantu dalam pekerjaan maupun yang lainnya. Hubungan saudara sesama muslim yang di sertai dengan rasa cinta akan membuka pintu dialog ketika terjadi perselisihan ataupun kontroversial. Kecintaan tersebut akan menjembatani perselisihan yang terjadi di antara kita, berbeda halnya bila kita dengan kurang sadar akan renggannya hubungan. Semua itu kemungkinan besar sulit untuk di satukan.
Semoga tulisan dan hasil buah pikiran saya di atas dapat di petik point-point yang akan kita implementasikan kedalam dataran konsep hidup kita kedepan dengan sangat penuh kesadaran didalamnya.

Biodata Penulis :
Nama                           : Muhammad Fajri
Pekerjaan                     : Mahasiswa UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh
Fb                                : Muhammad Fajri Bin Abdurrahman


Tidak ada komentar:

Posting Komentar