Nama : Muhammad Fajri
Nim : 421 006 007
jur : BPI IAIN Ar-Raniry
Merumuskan Hipotesis
A.
Pengertian
Hipotesis.
Dari arti katanya, hipotesis memang dari dua
penggalan. Kata “HYPO” yang artinya “DI BAWAH” dan “THESA” yang artinya
“KEBENARAN” jadi hipotesis yang kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan
ejaan bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.
Apabila peneliti telah mendalami permasalahan
penelitiannya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar, maka lalu membuat
suatu teori sementara , yang kebenarannya masih perlu di uji (di bawah
kebenaran). Inilah hipotesis peneliti akan bekerja berdasarkan hipotesis.
Peneliti mengumpulkan data-datadata yang paling berguna untuk membuktikan
hipotesis. Berdasarkan data yang terkumpul , peneliti akan menguji apakah
hipotesis yang dirumuskan dapat naik status menjadi teas, atau sebaliknya
tumbang sebagai hipotesis, apabila ternyata tidak terbukti.[1]
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relavan, belum didasarkan pada
fakta-fakta emperis yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis
juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah
penelitian, belum jawaban yang emperik.
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah
penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif,
tidak dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis.
Selanjutnya hipotesis tersebut akan di uji oleh peneliti dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif.[2]
Terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan
peneliti dapat bersikap dua hal yakni :
1.
Menerima
keputusan seperti apa adanya seandainya hipotesisnya tidak terbukti (pada akhir
penelitian).
2.
Mengganti
hipotesis seandainya melihat tanda-tandatanda bahwa data yang terkumpul tidak
mendukung terbuktinya hipotesis (pada saat penelitian berlangsung).
Untuk mengetahui kedudukan hipotesis antara
lain :
1.
Perlu di
uji apakah ada data yang menunjuk hubungan variabel penyebab dan variabel
akibat.
2.
Adakah
data yang menunjukkan bahwa akibat yang ada ,memang ditimbulkan oleh penyebab
itu.
3.
Adanya
data yang menunjukkan bahwa tidak ada penyebab lain yang bisa menimbulkan
akibat tersebut.[3]
Apabila ketiga hal tersebut dapat dibuktikan ,
maka hipotesis yang dirumuskan mempunyai kedudukan yang kuat dalam penelitian.
G.E.R brurrough mengatakan bahwa penelitian
berhipotesis penting dilakukan bagi :
1.
Penelitian
menghitung banyaknya sesuatu.
2.
Penelitian
tentang perbedaan.
3.
Penelitian
hubungan.
B.
Jenis-Jenis Hipotesis.
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang
penting kedudukannya dalam penelitian. Oleh karena itu maka peneliti di tuntut
kemampuannya untuk dapat merumuskan hipotesis ini dengan jelas. Seorangg
bernama Borg yang di bantu oleh temannya Gall (1979:61) mengajukan adanya
persyaratan untuk hipotesis sebagai berikut:
1.
Hipotesis
harus dirumuskan dengan singkat tetapi jelas.
2.
Hipotesis
harus dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua atau lebih variable.
3.
Hipotesis
harus didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau hasil
penelitian yang relevan.
Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam
penelitian antara lain :
1.
Hipotesis
kerja atau alternatif ,disingkat Ha, hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan
antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja:
a.
Jika……………….
Maka ………….
Contoh:
Jika orang banyak makan, maka berat badannya
akan naik.
b.
Ada
perbedaan antara …..dan ……..
Contoh:
Ada perbedaan antara penduduk kota dan penduduk
desa dalam cara berpakaian.
c.
Ada
pengaruh ………….terhadap…………….
Contoh:
Ada pengaruh makanan terhadap berat badan.
2.
Hipotesis
nol (null hypotheses) disingkat Ho.
Hipotesis ini
menyatakan tidak ada perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh
variabel X terhadap variabel Y.
Rumusan
hipotesis nol:
a.
Tidak ada
perbedaan antara………….dengan…………………
Contoh:
Tidak ada perbedaan antara mahasiswa tingkat 1
dan mahasiswa tingkat II dalam disiplin kuliah.
b.
Tidak ada
pengaruh ………….. terhadap…………………..
Contoh:
Tidak ada pengaruh jarak dari rumah
kesekolah terhadap kerajinan mengikuti
kuliah.[4]
C.
Kekeliruan yang terjadi dalam pengujian
Hipotesis.
Dengan demikian rumusan hipotesis tidak
selamanya benar, benar tidaknya hipotesis tidak ada hubungannya dengan terbukti
dan tidaknya hipotesis tersebut. Mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis
yang isinya benar, tetapi setelah data terkumpul dan di analisis ternyata bahwa
hipotesis tersebut ditolak, atau tidak terbukti. Sebaliknya mungkin seorang
peneliti merumuskan sebuah hipotesis yang salah, tetapi setelah dicocokkan
dengan datanya, hipotesis yang salah tersebut terbukti. Keadaan ini akan
berbahaya, apabila mengenai hipotesis tentang sesuatu yang berbahaya.
Contoh:
Belajar tidak mempengaruhi prestasi. Dari data yang terkumpul, memang ternyata anak-anak yang tidak belajar dapat lulus. Maka ditarik kesimpulan bahwa Hipotesis tersebut terbukti.
Belajar tidak mempengaruhi prestasi. Dari data yang terkumpul, memang ternyata anak-anak yang tidak belajar dapat lulus. Maka ditarik kesimpulan bahwa Hipotesis tersebut terbukti.
Tentu
saja kesimpulan ini salah menurut norma umum. Pembuktian hipotesis mungkin
benar, akibatnya bias berbahaya apabila disimpulkan oleh siswa atau mahasiswa
bahwa tidak ada gunanya mereka belajar. Yang salah adalah perumusan
hipotesisnya. Dalam hal lain data terjadi perumusan hipotesisnya benar tetapi
ada kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Kesalahan penarikan kesimpulan
tersebut barangkali disebabkan karena kesalahan sampel.
Macam
kekeliruan ketika membuat kesimpulan tentang hipotesis.
Kesimpulan
Dan
Keputusan
|
Keadaan
Sebenarnya
|
|
Hipotesis Benar
|
Hipotesis Salah
|
|
Terima Hipotesis
|
Tidak Membuat Kekeliruan
|
Kekeliruan Macam II
|
Tolak
Hipotesis
|
Kekeliruan Macam I
|
Tidak Membuat
Kekeliruan
|
Selanjutnya ditentukan probabilitas melakukan
kekeliruan macam I dinyatakan dengan α (alpha), sedangkan melakukan kekeliruan
macam II dinyatakan dengan β (beta). Nama nama ini akhirnya digunakan untuk
menentukan jenis kesalahan.
Misalnya
: peneliti menetapkan kesalahan α = 1% berarti bahwa jika kita menerapkan
kesimpulan penelitian kita, aka nada penyimpangan sebanyak 1%. Besar kecilnya
resiko kesalahan kesimpulan ini tergantung dari keberanian peneliti, atau
kesediaan peneliti mengalami kesalahan tipe I.
Kesalahan
tipe I ini disebut taraf signifikasi pengetesan, artinya kesediaan yang
berwujud besarnya probabilitas jika hasil penelitian terhadap sampel akan
ditetapkan pada populasi. Besarnya taraf signifikasi ini pada umumnya sudah
diterapkan terlebih dahulu misalnya 0, 15; 0, 5; 0, 01, dan sebagainya.
Pada
umumnya untuk penelitian-penelitian dibidang ilmu pendidikan digunakan taraf
signifikansi 0, 05 atau 0, 01, sedangkan untuk penelitian obat-obatan yang
resikonya menyangkut jiwa manusia, diambil 0, 005 atau 0,001, bahkan mungkin 0,
0001.
Apabila
peneliti menolak hipotesis atas dasar taraf signifikasi 5% berarti sama dengan
menolak hipotesis atas dasar taraf kepercayaan 95%, artinya apabila kesimpulan
tersebut diterapkan ada populasi yang terdiri dari 100 orang, akan cocok untuk
95 orang dan bagi 5 orang lainnya terjadi penyimpangan.[5]
D.
Cara Menguji Hiotesis.
Di dalam menentukan penerimaan dan penolakan
hipotesis maka hipotesis alternative (Ha) diubah menjadi hipotesis nol (Ho).
Untuk keperluan ini dicontohkan penerapannya
pada sebuah populasi berdistribusi normal.
E.
Penelitian Tanpa Hipotesis.
Ada dua alternative jawaban dan masing-masing
mendasarkan diri pada argumentasi yang kuat.
1.
Semua
peneliti pasti berhipotesis. Semua peneliti diharapkan menentukan jawaban
sementara, yang akan diuji berdasarkan data yang diperoleh. Hipotesis harus ada
karena jawaban penelitian juga harus ada, dan butir-butirnya sudah disebut
dalam problematika maupun tujuan penelitian.
2.
Hipotesis
hanya dibuat jika yang dipermasalahkan menunjukkan hubungan antara dua variable
atau lebih. Jawaban untuk satu variabel yang sifatnya deskriptif, tidak perlu
dihipotesiskan. Penelitian eksploratif yang jawabannya masi dicari dan suka
diduga, tentu sukar ditebak apa saja, atau bahkan tidak mungkin dihipotesiskan.
Berdasarkan pendapat kedua ini maka mungkin
sekali didalam sebuah penelitian, banyak hipotesis tidak sama dengan banyaknya
problematika dan tujuan penelitian. Mungkin problematika unsure 1 dan 2 yang
sifatnya deskriptif tidak diikuti dengan hipotesis, tetapi problematika nomor 3
dihipotesiskan.[6]
Contoh:
Hubungan antara motivasi berprestasi dengan etos kerja para
karyawan kantor A.
Problematika
1:
Seberapa
tinggi motivasi berprestasi karyawan kantor A? (tidak dihipotesiska).
Problematika
2 :
Seberapa
tinggi etos kerja karyawan kantor A? (tidak dihipotesiskan).
Problematika
3 :
Apakah
ada dan seberapa tinggi hubungan antara motivasi berprestasi dengan etos kerja
karyawan kantor A?.
Hipotesis
:
Ada
hubungan yang tinggi antara motivasi berprestasi dengan etos kerja karyawan
kantor A.
Referensi
:
·
Arikunto,
Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI), Rineka Cipta, Jakarta: 1997.
·
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Alfabeta:
Bandung, 2011.
[1]
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI),
Rineka Cipta, Jakarta: 1997, hal. 71.
[2] Sugiyono,
Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R & D, Alfabeta: Bandung, 2011. Hal 64.
[3]Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI),
Rineka Cipta,Jakarta: 1997. hal. 72
[4]
ibid, hal. 74.
[5]
Ibid, hal. 76.
[6]
Ibid, hal 78.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar