Halaman

Rabu, 23 Januari 2013


Nama                : Muhammad Fajri            
Nim          : 421 006 007
jur           : BPI IAIN Ar-Raniry

Merumuskan Hipotesis
A.    Pengertian Hipotesis.
Dari arti katanya, hipotesis memang dari dua penggalan. Kata “HYPO” yang artinya “DI BAWAH” dan “THESA” yang artinya “KEBENARAN” jadi hipotesis yang kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.
Apabila peneliti telah mendalami permasalahan penelitiannya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar, maka lalu membuat suatu teori sementara , yang kebenarannya masih perlu di uji (di bawah kebenaran). Inilah hipotesis peneliti akan bekerja berdasarkan hipotesis. Peneliti mengumpulkan data-datadata yang paling berguna untuk membuktikan hipotesis. Berdasarkan data yang terkumpul , peneliti akan menguji apakah hipotesis yang dirumuskan dapat naik status menjadi teas, atau sebaliknya tumbang sebagai hipotesis, apabila ternyata tidak terbukti.[1]
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relavan, belum didasarkan pada fakta-fakta emperis yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang emperik.
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan di uji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.[2]
Terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan peneliti dapat bersikap dua hal yakni :
1.      Menerima keputusan seperti apa adanya seandainya hipotesisnya tidak terbukti (pada akhir penelitian).
2.      Mengganti hipotesis seandainya melihat tanda-tandatanda bahwa data yang terkumpul tidak mendukung terbuktinya hipotesis (pada saat penelitian berlangsung).
Untuk mengetahui kedudukan hipotesis antara lain :
1.      Perlu di uji apakah ada data yang menunjuk hubungan variabel penyebab dan variabel akibat.
2.      Adakah data yang menunjukkan bahwa akibat yang ada ,memang ditimbulkan oleh penyebab itu.
3.      Adanya data yang menunjukkan bahwa tidak ada penyebab lain yang bisa menimbulkan akibat tersebut.[3]
Apabila ketiga hal tersebut dapat dibuktikan , maka hipotesis yang dirumuskan mempunyai kedudukan yang kuat dalam penelitian.
G.E.R brurrough mengatakan bahwa penelitian berhipotesis penting dilakukan bagi :
1.      Penelitian menghitung banyaknya sesuatu.
2.      Penelitian tentang perbedaan.
3.      Penelitian hubungan.

B.     Jenis-Jenis Hipotesis.
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang penting kedudukannya dalam penelitian. Oleh karena itu maka peneliti di tuntut kemampuannya untuk dapat merumuskan hipotesis ini dengan jelas. Seorangg bernama Borg yang di bantu oleh temannya Gall (1979:61) mengajukan adanya persyaratan untuk hipotesis sebagai berikut:
1.      Hipotesis harus dirumuskan dengan singkat tetapi jelas.
2.      Hipotesis harus dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua atau lebih variable.
3.      Hipotesis harus didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau hasil penelitian yang relevan.
Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian antara lain :
1.      Hipotesis kerja atau alternatif ,disingkat Ha, hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja:
a.       Jika………………. Maka ………….
Contoh:
Jika orang banyak makan, maka berat badannya akan naik.
b.      Ada perbedaan antara …..dan ……..
Contoh:
Ada perbedaan antara penduduk kota dan penduduk desa dalam cara berpakaian.
c.       Ada pengaruh ………….terhadap…………….
Contoh:
Ada pengaruh makanan terhadap berat badan.

2.      Hipotesis nol (null hypotheses) disingkat Ho.
Hipotesis ini menyatakan tidak ada perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
            Rumusan hipotesis nol:
a.       Tidak ada perbedaan antara………….dengan…………………
Contoh:
Tidak ada perbedaan antara mahasiswa tingkat 1 dan mahasiswa tingkat II dalam disiplin kuliah.
b.      Tidak ada pengaruh ………….. terhadap…………………..
Contoh:
Tidak ada pengaruh jarak dari rumah kesekolah  terhadap kerajinan mengikuti kuliah.[4]

C.    Kekeliruan yang terjadi dalam pengujian Hipotesis.
Dengan demikian rumusan hipotesis tidak selamanya benar, benar tidaknya hipotesis tidak ada hubungannya dengan terbukti dan tidaknya hipotesis tersebut. Mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis yang isinya benar, tetapi setelah data terkumpul dan di analisis ternyata bahwa hipotesis tersebut ditolak, atau tidak terbukti. Sebaliknya mungkin seorang peneliti merumuskan sebuah hipotesis yang salah, tetapi setelah dicocokkan dengan datanya, hipotesis yang salah tersebut terbukti. Keadaan ini akan berbahaya, apabila mengenai hipotesis tentang sesuatu yang berbahaya.
Contoh:
            Belajar tidak mempengaruhi prestasi. Dari data yang terkumpul, memang ternyata anak-anak yang tidak belajar dapat lulus. Maka ditarik kesimpulan bahwa Hipotesis tersebut terbukti.
            Tentu saja kesimpulan ini salah menurut norma umum. Pembuktian hipotesis mungkin benar, akibatnya bias berbahaya apabila disimpulkan oleh siswa atau mahasiswa bahwa tidak ada gunanya mereka belajar. Yang salah adalah perumusan hipotesisnya. Dalam hal lain data terjadi perumusan hipotesisnya benar tetapi ada kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Kesalahan penarikan kesimpulan tersebut barangkali disebabkan karena kesalahan sampel.

Macam kekeliruan ketika membuat kesimpulan tentang hipotesis.
Kesimpulan
Dan
Keputusan
Keadaan Sebenarnya
Hipotesis Benar
Hipotesis Salah
Terima Hipotesis
Tidak Membuat Kekeliruan
Kekeliruan Macam II
Tolak
Hipotesis
Kekeliruan Macam I
Tidak Membuat
Kekeliruan

Selanjutnya ditentukan probabilitas melakukan kekeliruan macam I dinyatakan dengan α (alpha), sedangkan melakukan kekeliruan macam II dinyatakan dengan β (beta). Nama nama ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis kesalahan.
            Misalnya : peneliti menetapkan kesalahan α = 1% berarti bahwa jika kita menerapkan kesimpulan penelitian kita, aka nada penyimpangan sebanyak 1%. Besar kecilnya resiko kesalahan kesimpulan ini tergantung dari keberanian peneliti, atau kesediaan peneliti mengalami kesalahan tipe I.
            Kesalahan tipe I ini disebut taraf signifikasi pengetesan, artinya kesediaan yang berwujud besarnya probabilitas jika hasil penelitian terhadap sampel akan ditetapkan pada populasi. Besarnya taraf signifikasi ini pada umumnya sudah diterapkan terlebih dahulu misalnya 0, 15; 0, 5; 0, 01, dan sebagainya.
            Pada umumnya untuk penelitian-penelitian dibidang ilmu pendidikan digunakan taraf signifikansi 0, 05 atau 0, 01, sedangkan untuk penelitian obat-obatan yang resikonya menyangkut jiwa manusia, diambil 0, 005 atau 0,001, bahkan mungkin 0, 0001.
            Apabila peneliti menolak hipotesis atas dasar taraf signifikasi 5% berarti sama dengan menolak hipotesis atas dasar taraf kepercayaan 95%, artinya apabila kesimpulan tersebut diterapkan ada populasi yang terdiri dari 100 orang, akan cocok untuk 95 orang dan bagi 5 orang lainnya terjadi penyimpangan.[5]
D.    Cara Menguji Hiotesis.
Di dalam menentukan penerimaan dan penolakan hipotesis maka hipotesis alternative (Ha) diubah menjadi hipotesis nol (Ho).
Untuk keperluan ini dicontohkan penerapannya pada sebuah populasi berdistribusi normal.
E.     Penelitian Tanpa Hipotesis.
Ada dua alternative jawaban dan masing-masing mendasarkan diri pada argumentasi yang kuat.
1.      Semua peneliti pasti berhipotesis. Semua peneliti diharapkan menentukan jawaban sementara, yang akan diuji berdasarkan data yang diperoleh. Hipotesis harus ada karena jawaban penelitian juga harus ada, dan butir-butirnya sudah disebut dalam problematika maupun tujuan penelitian.
2.      Hipotesis hanya dibuat jika yang dipermasalahkan menunjukkan hubungan antara dua variable atau lebih. Jawaban untuk satu variabel yang sifatnya deskriptif, tidak perlu dihipotesiskan. Penelitian eksploratif yang jawabannya masi dicari dan suka diduga, tentu sukar ditebak apa saja, atau bahkan tidak mungkin dihipotesiskan.
Berdasarkan pendapat kedua ini maka mungkin sekali didalam sebuah penelitian, banyak hipotesis tidak sama dengan banyaknya problematika dan tujuan penelitian. Mungkin problematika unsure 1 dan 2 yang sifatnya deskriptif tidak diikuti dengan hipotesis, tetapi problematika nomor 3 dihipotesiskan.[6]



Contoh:
Hubungan antara motivasi berprestasi dengan etos kerja para karyawan kantor A.

Problematika 1:
Seberapa tinggi motivasi berprestasi karyawan kantor A? (tidak dihipotesiska).
Problematika 2 :
Seberapa tinggi etos kerja karyawan kantor A? (tidak dihipotesiskan).
Problematika 3 :
Apakah ada dan seberapa tinggi hubungan antara motivasi berprestasi dengan etos kerja karyawan kantor A?.
Hipotesis :
Ada hubungan yang tinggi antara motivasi berprestasi dengan etos kerja karyawan kantor A.




Referensi :
·         Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI), Rineka Cipta, Jakarta: 1997.
·         Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Alfabeta: Bandung, 2011.


[1] Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI), Rineka Cipta, Jakarta: 1997, hal. 71.
[2] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Alfabeta: Bandung, 2011. Hal 64.
[3]Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI), Rineka    Cipta,Jakarta: 1997. hal. 72
[4] ibid, hal. 74.

[5] Ibid, hal. 76.
[6] Ibid, hal 78.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar