Halaman

Rabu, 23 Januari 2013


PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA DEWASA DAN LANSIA

D
I
S
U
S
U
N

OLEH

NAMA                                              NIM
Muhammad Fajri                            421006007
                            
                                   


                                    

    

   JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM (BPI)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2012-2013


KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم
            Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang dengan quddrah dan iradah-Nya penulis sudah selesai menyusun makalah dengan judul Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Orang Dewasa dan Lansia “.
Selawat dan salam penulis sampaikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, juga sahabatnya yang telah susah payah dalam memperjuangkan Agama Allah di muka bumi ini. Sehingga pada saat ini kita masih merasakan hasil perjuangannya.
Ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu Pengasuh Mata Kuliah “ Psikologi Agama yang telah membimbing penulis dalam upaya menyelesasikan makalah ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kawan-kawan yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis sehingga makalah ini telah terselesaikan.
            Saya  menyadari bahwa makalah ini mungkin belum sempurna. Oleh karena itu laporan ini masih membutuhkan masukan agar makalah ini menjadi lebih baik dan sempurna. Berkaitan dengan hal tersebut saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, khususnya dari dosen pembimbing.

Banda Aceh, 06 Nov  2012


Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantari.................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................... ii
BAB I
Pendahuluan
A.        Latar Belakang............................................................................. 1
BAB II
Pembahasan
A.      Pengertian Perkembangan, Dewasa Dan Lansia        2

a.      Pengertian perkembangan                                         2
b.      Pengertian Dewasa dan Ciri-ciri Kedewasaan           2
c.       Pengertian Lansia                                                      5

B.     Hambatan-Hambatan dalam Perkembangan serta
Kematangan Beragama                                                         6
a.     Faktor diri sendiri                                                     6
b.     Faktor luar (lingkungan)                                           7
BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan................................................................................... 10
Daftar Pustaka....................................................................................... 11


ii

BAB 1 
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Manusia adalah makhluk yang ekploratif dan potensial. Dikatakan makhluk ekfloratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia di sebut makhluk potensial karena pada manusia tesimpan sejumlah kemampuan bawan yang dapat di kembangkan.
Psikologi agama terdiri dari dua paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1997: 77). Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata Al Din yang berarti undang-undang atau hukum, religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata agama terdiri dari "a"; tidak, "gama"; pergi yang berarti tetap di tempat atau diwarisi turun menurun (Jalaluddin, 2004: 12).
Dari definisi tersebut, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiyah Darajat dikutip oleh Jalaluddin, 2004: 15).
Dengan melihat pengertian psikologi dan agama dapatlah diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta keadaan hidup pada umumnya. Untuk itu penulis akan mencoba memaparkan tentang, perkembangan jiwa keagamaan orang dewasa serta faktor-faktor yang. mempengaruhi perkembangan keagamaan tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perkembangan, Dewasa Dan Lansia.
a.      Pengertian perkembangan.
Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi akibat proses kematangan dan pengalaman, seperti yang dikatakan oleh Van din diale perkembngan berarti perubahan kualitatif ini berarti perkembangan  bukan sekedar perubahan beberapa centimeter tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang melainkan suatu proses integrasi dan banyak stuktur dan fungsi yang komplek.
            Dalam proses perkembangan perubahan- perubahan prilaku menurut tingkat usia sebagai masalah antisiden (gejala yang mendahului dan konsekensinya). Pada dasarnya ada dua proses perkembangan yang saling bertentangan yang terjadi secara serampak selama kehidupan, yaitu pertumbuhan dalam kemunduran keduanya mulai dari kemunduran sampai dengan berakhir dengan kematian.
            Dala tahun-tahun pertama pertumbuhan berperan sekalipun perubahan-perubahan yang bersifat kemunduran terjadi semenjak kehidupan janin pada bagian selanjutnya kemunduran yang berperan sekalipun pertumbuhan tidak berhenti, rambut tumbuh terus dan sel-sel terus berganti pada usia lanjut beberapa bagian tubuh dan alam pikiran lebih banyak berubah dari pada yang lain.    
            Seringkali pola perubahan itu mirip kurva berbentuk lonceng pada awalnya naik dengan tiba-tiba mendatar selama usia pertengahan dan turun secara perlahan atau mendadak pada usia lanjut,perlu di catat pola ini tidak pernah berbentuk garis lurus walaupun dapat terjadi priode stabil yang singkat atau berkepanjangan dalam kemampuan yang berbeda.
b.      Pengertian Dewasa dan Ciri-ciri Kedewasaan.
                  Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:
1.      Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult).
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
2.      Masa dewasa madya (middle adulthood).
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
3.      Masa usia lanjut (masa tua/older adult).
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, peruban kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam system syaraf, perubahan penampilan.
Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu tinghkah laku itu umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan keluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan.
Menurut Jalaluddin, gambaran dan cerminan tingkah laku keagamaan orang dewasa dapat pula dilihat dari sikap keagamaanya yang memiliki ciri-ciri antara lain:
a.       Menerima kebenaran, agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan secara ikut-ikutan.
b.      Bersifat cenderung realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
c.       Bersikap positif thingking terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha mempelajari dan pehaman agama.
d.      Tingkat ketaatan agama, berdasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi diri dari sikap hidup.
e.       Bersikap yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
f.       Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
g.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terikat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami, serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
h.      Terlihat hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentigan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang. 


c.       Pengertian Lansia.
Lanjut usia (lansia) menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun ke atas. Selanjutnya pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bah wa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Manusia usia lanjut dalam penilaian banyak orang adalah manusia yang tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata sudah menurun sehingga dalam kondisi yang uzur ini berbagai penyakit siap menggorogoti mereka. Dengan demikian, di usia lanjut ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka barada pada sisa-sisa umur menunggu kematian
Dari ayat-ayat itu jelas, lansia seperti halnya warga negara yang lain memiliki hak dan kewajiban sama dengan warga negara lain yang belum memasuki usia lanjut.
Masa ini dimulai sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan masa-masa aktif di masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri.  Sangat berbeda dengan rata-rata orang yang ketakutan dengan datangnya usia tua, maka bagi Erikson ini adalah masa yang sama pentingnya dengan fase-fase sebelumnya.  Bahkan, masa ini mungkin masa yang paling penting karena ini adalah masa terakhir di mana kita harus bersiap untuk meninggalkan dunia ini.
Sedangkan secara garis besar ciri-ciri keberagamaan orang yang sudah usia lanjut di antaranya:
a.       Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.
b.      Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
c.       Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akherat secara lebih sungguh-sungguh.
d.      Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara sesama manusia serta sifat-sifat luhur.
e.       Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
f.       Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akherat). 

B.     Hambatan-Hambatan dalam Perkembangan serta Kematangan Beragama.
Kematangan bergama akan terkait erat dengan kematangan usia manusia. Perkembangan kegamaan seseorang untuk sampai pada tingkat kematangan beragama dibutuhkan proses yang panjang. Proses tersebut, boleh jadi karena melalui proses konversi agama pada diri seseorang atau karena berbarengan dengan kematangan pribadinya. Sebagai hasil dari konversi, seringkali seseorang menemukan dirinya mempunyai pemahaman yang baik akan kemantapan keagamaannya hingga ia dewasa atau matang dalam beragama. Demikian halnya dengan perkembangan kepribadian seseorang, apabila telah sampai pada suatu tingkat kedewasaan, maka akan ditandai dengan kematangan jasmani dan rohani. Pada saat inilah seseorang sudah memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap dan kuat terhadap pandangan hidup atau agama yang harus dipeganginya.
Kematangan atau kecenderungan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena manganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Dan pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan tersebut, di antaranya adalah: 
a.       Faktor diri sendiri.
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua yang menonjol diantaranya kepasitas diri dan pengalaman.
1.      Kapasitas diri ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaan antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Sejarah menunjukkan bahwa makin banyak pengetahuan diperoleh, makin sedikit kepercayaan agama mengendalikan kehidupan.
2.      Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun bagi mereka yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan pada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
b.      Faktor luar (lingkungan).
Faktor luar yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dan apa yang telah ada. Faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima. Hal ini sebagai landasan membuat kebiasaan baru yang lebih stabil dan bisa dipertanggungjawabkan serta memiliki kedewasaan dalam beragama. Berkaitan dengan sikap keberagamaan, William Starbuck, sebagaimana dipaparkan kembali oleh William James, mangemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:
1.      Faktor interen, tediri dari;
·         Temperament; tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang.
·         Gangguan jiwa; orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.
·         Konflik dan keraguan; konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama, seperti taat, fanatik, agnotis, maupun ateis.
·         Jauh dari tuhan; orang yang hidupyna jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat manghadapi musibah.
Adapun ciri-ciri mereka yang mengalami kelainan kejiwaan dalam beragama sebagai berikut:
·         Pesimis.
Dalam mengamalkan ajaran agama mereka cenderung untuk berpasrah diri kepada nasib yang telah mereka terima. Mereka menjadi tahan menderita dari segala penderitaan menyebabkan peningkatan ketaatannya. Penderitaan dan kenikmatan yang mereka terima, mereka percayai sepenuhnya sebagai azab dan rahmat dari Tuhan. Mereka cenderung lebih mawas diri dan terlibat dalam masalah pribadi masing-masing dalam mengamalkan ajaran agama.
·         Introvert.
Sifat pesimis membawa mereka untuk bersikap obyektif Segala mara bahaya dan penderitaan selalu dihubungkannya dengan kesalahan diri dan dosa yang telah diperbuatnya. Dengan demikian mereka berusaha untuk menebusnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pensucian diri. Cara bermeditasi kadang-kadang merupakan pilihan dalam memberi kenikmatan yang dapat dirasakan oleh jiwanya.
·         Menyenangi paham yang ortodoks.
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan ontrovert kehidupan jiwanya menjadi pasif. Hal ini lebih mendorong mereka untuk menyenangi paham keagamaan yang lebih konservatif dan ortodoks.
·         Mengalami proses keagamaan secara nograduasi. 
Proses timbulnya keyakinan terhadap ajaran agama umumnya tidak berlangsung melalui prosedur yang biasa, yaitu dari tidak tahun dan kemudian mengamalkannya dalam bentuk amalan rutin yang wajar. Tindak keagamaan yang mereka lakukan didapat dari proses pendekatan, mungkin karena rasa berdosa, ataupun perubahan keyakinan maupun petunjuk Tuhan. Jadi timbulnya keyakinan beragama pada mereka ini berlangsung melalui proses pendadakan, perubahan yang tiba-tiba.

2.      Faktor ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak adalah:
·         Musibah; sering kali musibah yang sangat serius dapat mengguncang seseorang,dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran, khususnya kesadaran keberagamaan.
·         Kejahatan; mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami guncangan batin dan rasa berdosa. Seeing pula perasaan yang fitrah menghantui dirinya, yang kemudian membuka kesadarannya untuk bertobat, yang pada akhirnya akan menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.
Adapun ciri-ciri orang yang sehat jiwanya dalam menjalankan agama antara, lain:
·         Optimisme dan gembira.
·         Ekstrovert dan tidak mendalam.
·         Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal. Pengaruh kepribadian yang ekstrovert, maka mereka cenderung:
ü  Menyenangi teologi yang luas dan tidak kaku.
ü  Menunjukkan tingh laku keagamaan yang lebih bebas.
ü  Menekankan cinta kasih dari pada kemurkaan dan dosa.
ü  Memplopori pembedaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
ü  Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
ü  Bersifat liberal dalam menafirkan pengertian ajaran agama.
ü  Selalu berpandangan positif.
ü  Berkembang secara graduasi. 


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN.

Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Yang Maha Kuasa tempat mereka berlindung, dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbagan manusia dilandasi kepercayan beragama. Sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika kebutuaan akan beragama tertanam dalam dirinya.
Kesetabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan. Namun, masih banyak lagi yang menjadi kendala kesempurnaan orang dewasa dalam beragama. Kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.






DAFTAR PUSTAKA

§  Abdul Katar Al-Ghazali, perkernbangan-Jiwa-beragarna-pada-orang.htm1, www.google.
§  Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. Kedua, 1997.
§  Sururin, I1mu Jiwa Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar