PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN
PADA DEWASA DAN LANSIA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA NIM
Muhammad Fajri 421006007
JURUSAN
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM (BPI)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2012-2013
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, segala puji bagi
Allah SWT yang dengan quddrah dan iradah-Nya penulis sudah selesai menyusun
makalah dengan judul “ Perkembangan Jiwa
Keagamaan Pada Orang Dewasa dan Lansia “.
Selawat dan
salam penulis sampaikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, juga sahabatnya
yang telah susah payah dalam memperjuangkan Agama Allah di muka bumi ini.
Sehingga pada saat ini kita masih merasakan hasil perjuangannya.
Ucapan
terima kasih kepada Bapak/Ibu Pengasuh Mata Kuliah “ Psikologi Agama “ yang telah
membimbing penulis dalam upaya menyelesasikan makalah ini. Terimakasih juga
penulis ucapkan kepada kawan-kawan yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materil kepada penulis sehingga makalah ini telah terselesaikan.
Saya
menyadari bahwa makalah ini mungkin belum sempurna. Oleh karena itu
laporan ini masih membutuhkan masukan agar makalah ini menjadi lebih baik dan
sempurna. Berkaitan dengan hal tersebut saya sangat mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak, khususnya dari dosen pembimbing.
Banda Aceh,
06 Nov 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantari....................................................................................
i
Daftar Isi...................................................................................................
ii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang.............................................................................
1
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Perkembangan, Dewasa Dan Lansia 2
a.
Pengertian perkembangan 2
b. Pengertian
Dewasa dan Ciri-ciri Kedewasaan 2
c. Pengertian
Lansia 5
B. Hambatan-Hambatan dalam Perkembangan serta
Kematangan Beragama 6
a. Faktor diri sendiri 6
b. Faktor luar (lingkungan) 7
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan...................................................................................
10
Daftar Pustaka....................................................................................... 11
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Manusia
adalah makhluk yang ekploratif dan potensial. Dikatakan makhluk ekfloratif,
karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik
maupun psikis. Manusia di sebut makhluk potensial karena pada manusia tesimpan
sejumlah kemampuan bawan yang dapat di kembangkan.
Psikologi agama terdiri dari dua
paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang
berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia
yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1997: 77). Sedangkan agama
memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution,
agama berasal dari kata Al Din yang berarti undang-undang atau hukum, religi
(latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare
berarti mengikat. Dan kata agama terdiri dari "a"; tidak,
"gama"; pergi yang berarti tetap di tempat atau diwarisi turun
menurun (Jalaluddin, 2004: 12).
Dari definisi tersebut, psikologi
agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari
berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta
keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan
perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
keyakinan tersebut (Zakiyah Darajat dikutip oleh Jalaluddin, 2004: 15).
Dengan melihat pengertian psikologi
dan agama dapatlah diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari
psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan
mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah
laku sehari-hari serta keadaan hidup pada umumnya. Untuk itu penulis akan
mencoba memaparkan tentang, perkembangan jiwa keagamaan orang dewasa serta
faktor-faktor yang. mempengaruhi perkembangan keagamaan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan, Dewasa Dan Lansia.
a. Pengertian
perkembangan.
Perkembangan
adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi akibat proses kematangan
dan pengalaman, seperti yang dikatakan oleh Van din diale perkembngan berarti
perubahan kualitatif ini berarti perkembangan bukan sekedar perubahan
beberapa centimeter tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang
melainkan suatu proses integrasi dan banyak stuktur dan fungsi yang komplek.
Dalam proses perkembangan perubahan- perubahan prilaku menurut tingkat usia
sebagai masalah antisiden (gejala yang mendahului dan konsekensinya). Pada
dasarnya ada dua proses perkembangan yang saling bertentangan yang terjadi
secara serampak selama kehidupan, yaitu pertumbuhan dalam kemunduran keduanya
mulai dari kemunduran sampai dengan berakhir dengan kematian.
Dala tahun-tahun pertama pertumbuhan berperan sekalipun perubahan-perubahan
yang bersifat kemunduran terjadi semenjak kehidupan janin pada bagian
selanjutnya kemunduran yang berperan sekalipun pertumbuhan tidak berhenti,
rambut tumbuh terus dan sel-sel terus berganti pada usia lanjut beberapa bagian
tubuh dan alam pikiran lebih banyak berubah dari pada yang
lain.
Seringkali pola perubahan itu mirip kurva berbentuk lonceng pada awalnya naik
dengan tiba-tiba mendatar selama usia pertengahan dan turun secara perlahan
atau mendadak pada usia lanjut,perlu di catat pola ini tidak pernah berbentuk
garis lurus walaupun dapat terjadi priode stabil yang singkat atau
berkepanjangan dalam kemampuan yang berbeda.
b. Pengertian Dewasa dan
Ciri-ciri Kedewasaan.
Saat
telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup
dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah
memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain,
orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan
nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth
B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:
1. Masa
dewasa awal (masa dewasa dini/young adult).
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian
kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan
ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa
ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada
pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
2.
Masa dewasa madya
(middle adulthood).
Masa dewasa madya ini berlangsung dari
umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan
social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan
wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki
suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru.
Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan
kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan
pribadi dan sosial.
3.
Masa usia lanjut (masa
tua/older adult).
Usia lanjut adalah periode penutup dalam
rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati,
yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang
semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan
sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik,
peruban kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam
system syaraf, perubahan penampilan.
Tingkah laku keagamaan orang dewasa
memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
Selain itu tinghkah laku itu umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian
dan keluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang
dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar
ikut-ikutan.
Menurut Jalaluddin, gambaran dan cerminan tingkah laku keagamaan orang dewasa dapat pula dilihat dari sikap keagamaanya yang memiliki ciri-ciri antara lain:
Menurut Jalaluddin, gambaran dan cerminan tingkah laku keagamaan orang dewasa dapat pula dilihat dari sikap keagamaanya yang memiliki ciri-ciri antara lain:
a.
Menerima kebenaran, agama berdasarkan pertimbangan pemikiran
yang matang, bukan secara ikut-ikutan.
b.
Bersifat cenderung realis, sehingga norma-norma agama lebih
banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
c.
Bersikap positif thingking terhadap ajaran dan norma-norma
agama dan berusaha mempelajari dan pehaman agama.
d.
Tingkat ketaatan agama, berdasarkan atas pertimbangan dan
tanggungjawab diri sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi diri dari
sikap hidup.
e.
Bersikap yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
f.
Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga
kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan
atas pertimbangan hati nurani.
g.
Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe
kepribadian masing-masing, sehingga terikat adanya pengaruh kepribadian dalam
menerima, memahami, serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
h.
Terlihat hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan
sosial, sehingga perhatian terhadap kepentigan organisasi sosial keagamaan
sudah berkembang.
c. Pengertian Lansia.
Lanjut
usia (lansia) menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun ke
atas. Selanjutnya pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bah wa lanjut usia mempunyai
hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 6
ayat 1 menyatakan bahwa lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Manusia
usia lanjut dalam penilaian banyak orang adalah manusia yang tidak produktif
lagi. Kondisi fisik rata-rata sudah menurun sehingga dalam kondisi yang uzur
ini berbagai penyakit siap menggorogoti mereka. Dengan demikian, di usia lanjut
ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka barada pada sisa-sisa umur
menunggu kematian
Dari
ayat-ayat itu jelas, lansia seperti halnya warga negara yang lain memiliki hak
dan kewajiban sama dengan warga negara lain yang belum memasuki usia lanjut.
Masa
ini dimulai sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan masa-masa
aktif di masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri. Sangat
berbeda dengan rata-rata orang yang ketakutan dengan datangnya usia tua, maka
bagi Erikson ini adalah masa yang sama pentingnya dengan fase-fase
sebelumnya. Bahkan, masa ini mungkin masa yang paling penting karena ini
adalah masa terakhir di mana kita harus bersiap untuk meninggalkan dunia ini.
Sedangkan secara garis besar
ciri-ciri keberagamaan orang yang sudah usia lanjut di antaranya:
a.
Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat
kemantapan.
b.
Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat
keagamaan.
c.
Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan
akherat secara lebih sungguh-sungguh.
d.
Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling
cinta antara sesama manusia serta sifat-sifat luhur.
e.
Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan
dengan pertambahan usia lanjutnya.
f.
Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan
pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi
(akherat).
B. Hambatan-Hambatan dalam Perkembangan serta Kematangan
Beragama.
Kematangan bergama akan terkait erat
dengan kematangan usia manusia. Perkembangan kegamaan seseorang untuk sampai
pada tingkat kematangan beragama dibutuhkan proses yang panjang. Proses
tersebut, boleh jadi karena melalui proses konversi agama pada diri seseorang
atau karena berbarengan dengan kematangan pribadinya. Sebagai hasil dari
konversi, seringkali seseorang menemukan dirinya mempunyai pemahaman yang baik
akan kemantapan keagamaannya hingga ia dewasa atau matang dalam beragama.
Demikian halnya dengan perkembangan kepribadian seseorang, apabila telah sampai
pada suatu tingkat kedewasaan, maka akan ditandai dengan kematangan jasmani dan
rohani. Pada saat inilah seseorang sudah memiliki keyakinan dan pendirian yang
tetap dan kuat terhadap pandangan hidup atau agama yang harus dipeganginya.
Kematangan atau kecenderungan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena manganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Dan pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan tersebut, di antaranya adalah:
Kematangan atau kecenderungan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena manganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Dan pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan tersebut, di antaranya adalah:
a. Faktor diri sendiri.
Faktor
dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua yang menonjol diantaranya kepasitas
diri dan pengalaman.
1. Kapasitas diri ini berupa kemampuan
ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaan antara
seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Sejarah menunjukkan bahwa
makin banyak pengetahuan diperoleh, makin sedikit kepercayaan agama
mengendalikan kehidupan.
2. Sedangkan faktor pengalaman, semakin
luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan
stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun bagi mereka yang mempunyai
pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan
akan selalu dihadapkan pada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran
agama secara mantap dan stabil.
b. Faktor luar (lingkungan).
Faktor
luar yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan
kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya
perkembangan dan apa yang telah ada. Faktor tersebut antara lain tradisi agama
atau pendidikan yang diterima. Hal ini sebagai landasan membuat kebiasaan baru
yang lebih stabil dan bisa dipertanggungjawabkan serta memiliki kedewasaan
dalam beragama. Berkaitan dengan sikap keberagamaan, William Starbuck,
sebagaimana dipaparkan kembali oleh William James, mangemukakan dua buah faktor
yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:
1. Faktor interen, tediri dari;
·
Temperament; tingkah laku yang didasarkan pada temperamen
tertentu memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang.
·
Gangguan jiwa; orang yang menderita gangguan jiwa
menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.
·
Konflik dan keraguan; konflik dan keraguan ini dapat
mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama, seperti taat, fanatik, agnotis,
maupun ateis.
·
Jauh dari tuhan; orang yang hidupyna jauh dari Tuhan akan
merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat manghadapi
musibah.
Adapun ciri-ciri mereka yang
mengalami kelainan kejiwaan dalam beragama sebagai berikut:
·
Pesimis.
Dalam mengamalkan ajaran agama
mereka cenderung untuk berpasrah diri kepada nasib yang telah mereka terima.
Mereka menjadi tahan menderita dari segala penderitaan menyebabkan peningkatan
ketaatannya. Penderitaan dan kenikmatan yang mereka terima, mereka percayai
sepenuhnya sebagai azab dan rahmat dari Tuhan. Mereka cenderung lebih mawas
diri dan terlibat dalam masalah pribadi masing-masing dalam mengamalkan ajaran
agama.
·
Introvert.
Sifat pesimis membawa mereka untuk
bersikap obyektif Segala mara bahaya dan penderitaan selalu dihubungkannya
dengan kesalahan diri dan dosa yang telah diperbuatnya. Dengan demikian mereka
berusaha untuk menebusnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui
pensucian diri. Cara bermeditasi kadang-kadang merupakan pilihan dalam memberi
kenikmatan yang dapat dirasakan oleh jiwanya.
·
Menyenangi paham yang ortodoks.
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan
ontrovert kehidupan jiwanya menjadi pasif. Hal ini lebih mendorong mereka untuk
menyenangi paham keagamaan yang lebih konservatif dan ortodoks.
·
Mengalami proses keagamaan secara nograduasi.
Proses timbulnya keyakinan terhadap
ajaran agama umumnya tidak berlangsung melalui prosedur yang biasa, yaitu dari
tidak tahun dan kemudian mengamalkannya dalam bentuk amalan rutin yang wajar.
Tindak keagamaan yang mereka lakukan didapat dari proses pendekatan, mungkin
karena rasa berdosa, ataupun perubahan keyakinan maupun petunjuk Tuhan. Jadi
timbulnya keyakinan beragama pada mereka ini berlangsung melalui proses
pendadakan, perubahan yang tiba-tiba.
2. Faktor ekstern yang mempengaruhi
sikap keagamaan secara mendadak adalah:
·
Musibah; sering kali musibah yang sangat serius dapat
mengguncang seseorang,dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan
kesadaran, khususnya kesadaran keberagamaan.
·
Kejahatan; mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya
mengalami guncangan batin dan rasa berdosa. Seeing pula perasaan yang fitrah
menghantui dirinya, yang kemudian membuka kesadarannya untuk bertobat, yang
pada akhirnya akan menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.
Adapun ciri-ciri orang yang sehat
jiwanya dalam menjalankan agama antara, lain:
·
Optimisme dan gembira.
·
Ekstrovert dan tidak mendalam.
·
Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal. Pengaruh
kepribadian yang ekstrovert, maka mereka cenderung:
ü Menyenangi teologi yang luas dan
tidak kaku.
ü Menunjukkan tingh laku keagamaan
yang lebih bebas.
ü Menekankan cinta kasih dari pada
kemurkaan dan dosa.
ü Memplopori pembedaan terhadap
kepentingan agama secara sosial.
ü Tidak menyenangi implikasi penebusan
dosa dan kehidupan kebiaraan.
ü Bersifat liberal dalam menafirkan
pengertian ajaran agama.
ü Selalu berpandangan positif.
ü Berkembang secara graduasi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN.
Manusia memiliki bermacam ragam
kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena
kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan
pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada
suatu perasaan yang mengakui adanya Yang Maha Kuasa tempat mereka berlindung,
dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbagan manusia dilandasi kepercayan
beragama. Sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika kebutuaan akan
beragama tertanam dalam dirinya.
Kesetabilan hidup seseorang dalam
beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang
statis. Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran,
pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku
keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas
nilai-nilai yang dipilihnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian
dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan. Namun, masih banyak lagi
yang menjadi kendala kesempurnaan orang dewasa dalam beragama. Kedewasaan
seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan
yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan
agama dalam hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
§ Jalaluddin, Psikologi Agama,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. Kedua, 1997.
§ Sururin, I1mu Jiwa Agama, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar